Lihat ke Halaman Asli

Kanzi Pratama A.N

Salam hangat.

Rasisme Presiden Trump

Diperbarui: 17 November 2022   07:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Beberapa waktu sebelum lengsernya Trump dari kursi kepresidenan AS, banyak orang yang telha berbicara mengenai rasisme Trump. Banyak anggapa banhwa Trump melanggar norma-norma hingga muncul istilah "most racist president in modern history." Argumen yang dapat diperdebatkan adalah Trump mendasari rasisime dengan paham kelahiran maksudnya adalah Trump menagnggap negara-negara Afrika sebagai negara pembawa sial. Trump juga melakukan rasisme terhadap orang-orang Meksiko dengan sebutan "pemerkosa" bagi imigiran Meksiko dan menyerukan orang kulit berwarna (Asia) untuk kembali ke negara asal.

Perlu diketahui bahwa tidak hanya Trump yang dapat dikatakan rasis, tetapi sejak berdirinya Amerika telah terjadi genosida dan perbudakan ras asli Amerika. Julian Zelizer dari Princeton University berpendapat bahw a orang kulit hitam akan semakin sulit menentang kekuasaan orang kulit putih pada masa sekarang. Trump dalam hal ini juga berupaya menggeser  jauh politik Amerika dan mengembangkan pikiran untuk mengatur ointu keluar masuk imigran AS. Trump memang dikenal sangat vokal terhadap isu yang dianggap membahayakan keamanan AS, tetapi cara yang dilakukannya dianggap terlalu mencolok.

Trump selama menjadi Presiden AS telah meningkatkan kebijakan dalam lingkup rasial menjadi kebijakan yang sangat ketat dan reaktif. Berbeda dengan kebijakan-kebijakan pendahulunya seperti Ronal Reagen yang berbicara mengenai "ratu kesejahteraan" dan menggolongkan kemiskinan sebagai masalah bersama Afrika-Amerika yang dianggap hanya sebagai simbol kemurahan hari orang kulit putih. Dalam merespon isu rasisme Trump tidak segan untuk menunjukkan "sifat buruk" nya ke publik sehingga Trump terlalu terbuka dan berlebihan menaggapi isu rasial pun deikian pada hal-hal yang sebenarnya dapat memecah belas Amerika sendiri.

Tentu hal ini sangat berbeda dengan Nixon yang sejatinya memiliki banyak kesamaan dengan Trump yaitu bersikap agreif, namun Nixon masih menjaga batas-batas tertentu khusunya di wilayah sipil. Trump tidak hanya melontarkan pernyataan-pernyataan rasisnya pada posisi Presiden AS, tetapi juga sebelum dan sampai saat ini menjadi masyarakat sipil. Jadi, dari paparan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa seberapa relevan retorika atas ras yang sering dilontarkan tehadap kebijakan dan seberapa banyak kebenaran yang terbukti atas tuduhan tak berdasar. Maka dari itu, sangat penting bagi seorang presiden untuk berpikir secara teliti mengenai realitas dengan dampak yang ditimbulkannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline