Eksistensi kelompok bersenjata di Papua juga perlu mendapat perhatian khusus. Papua merupakan salah satu wilayah yang sangat rentan konflik, radikalisme hingga teror. Terakhir, teror oleh kelompok bersenjata pada 2018 terjadi di Nduga yang menewaskan 19 orang pekerja proyek jembatan. Adapun teror ini dipicu oleh konflik baik sifatnya horizontal, vertikal dan diagonal.
Lebih dalam, konflik ini disebabkan oleh radikalisme yang ada dalam kehidupan masyarakat. Dalam pemahaman komprehensif radikalisme dimulai melalui perubahan cepat atau revolusi. Irjen Pol (Purn) Drs. Y. Wahyu Saronto M. Si mengungkapkan jika ada beberapa langkah dalam menghadapi konflik di Indonesia yaitu: saling mengisi dan sinergis dalam menghadapi konflik dan teror; membangun kepercayaan sebagai fondasi kekuatan serta dilaksanakan secara stimultan.
Dalam menangani kelompok teror perlu peningkatan aspek ekonomi dan kemakmuran sebagai upaya mengurangi kemunculan kelompok teror. Selain itu, diciptakannya karakteristik kerawanan daerah (Kakerda) yang membahas masalah ideologi, politik, sosial, ekonomi, budaya sampai hankam.serta pelu dilakukan pemulihan terhadap wilayah terdampak tindakan represif oleh aparat. Guna mencegah munculnya kelompok teror dan konflik dapat dilakukan tindakan seperti: menciptakan kesepakatan tafsir yang dipahami masyarakat; membentuk komunal damai dalam upaya menciptakan hidup rukun; menyebarkan "virus" damai.
Langkah lain yang dapat dilakukan dalam mencegah konflik adalah dengan meningkatkan kewaspadaan nasional. Kewaspadaan nasional dimaknai dengan siap siaganya bangsa Indonesia dalam deteksi, antisipasi dini dan pencegahan terhadap berbagai bentuk dan sifat yang berpotensi mengancam persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Di masa kini, kolonial sudah menggunakan cara baru dengan mempengaruhi, mengkooptasi dan memanfaatkan celah di berbagai aspek kehidupan. Bangsa Indonesia sudah dikenal internasional sebagai negara penganut paham politik bebas aktif dan didukung oleh paham independent in thinking dan freedom in action dalam menghadapi kekuatan bipolar US dan Tiongkok.
Dalam menganut paham kebangsaan, solidaritas dalam upaya mencapai tujuan bersama merupakan hal terpenting. Ditambah ancaman bidang non militer semakin kencang pada saat ini seperti westernisasi dan materialisme.
Ancaman non militer ini juga menjadi salah satu pemicu terjadinya konflik yang dikemudian hari dapat memicu disintegrasi sosial bahkan sampai pada disintegrasi bangsa Mayjen TNI (Purn) Dr. I Putu Sastra Wingarta, S. IP, M.Sc berpendapat dalam upaya meningkatkan kewaspadaan nasional perlu dilakukan penguatan nasionalisme dan mewaspadai kemungkinan proxy war sehingga kewaspadaan nasional perlu manajemen yang baik, pemeliharaan kewaspadaan dan perlu diwaspadai.
Tahun 2021 perubahan geopolitik diyakini akan jauh kebih baik. Dr. Kusnanto Anggoro Dosen FISIP Universitas Indonesia meyakini bahwa ada beberapa perubahan yakni: terpilihnya Joe Biden -- Kamala Harris akan mengubah cara mereka melakukan diplomasi sebagaimana Trump lakukan sebelumnya; Tiongkok terus mendorong Belt and Road Initiative di Laut Cina Selatan; reorientasi geopolitik dunia; menguatnya hubungan kerjasama antara Israel, Bahrain dan Uni Emirates Arab (UAE). Hal ini akan memengaruhi perdamaian di Palestina, nuklir Iran, pertarungan di Indo-Pasifik dengan Belt and Road Initiative.
Tentunya langkah-langkah yang diambil pemerintah Indonesia memengaruhi persetujuan internasional. Bidang yang ditekankan pemerintah adalah pembagunan infrastruktur diperlukan kemampuan diplomatik, pertahanan dan intelejen. Tahun 2045 diprediksi bangsa Indonesia muncul sebagai middle power. Tahun 2021 akan insentif membicarakan beberapa hal seperti: dampak penanganan Covid-19 dan 5G network global norm; kembalinya US ke dalam World Health Organization, UNESCO, Trans Pacific Partnership.
Dalam konteks Papua, posisi Indonesia dalam politik dan hukum internasional sudah cukup kuat sehingga upaya pengadaan referendum Papua tidak akan terjadi. Berkaitan dengan internasional, diplomasi Indonesia bersifat multi sektoral yang dibawahi oleh stakeholder tertentu efektif Kementerian Luar Negeri hanya bersifat koordinasi.
Perlu ditekankan bahwa secara utuh dan resmi Papua merupakan bagian dari kedaulatan Republik Indonesia sehingga celah referendum Papua sudah tidak ada. Dari tertutupnya peluang referendum Papua maka otsus berperan vital dalam berkaitan dengan partai lokal Papua. Adapun pemberlakuan otsus harus berada dalam batas-batas NKRI.