Lihat ke Halaman Asli

Kanzi Pratama A.N

Salam hangat.

Pendekatan Kemanusiaan dan Keamanan Papua

Diperbarui: 12 Desember 2020   07:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Baru-baru ini dunia internasional, khususnya Indonesia bagian timur kembali dihebohkan dengan wacana referendum Papua. Terakhir, upaya meraih kemerdekaan Papua sempat dilakukan pada 2019. 

Dilansir dari pernyataan juru bicara UMLWP, Jacob Rumbiak pada 2019 bahwa orang Papua sebenarnya tidak ingin melakukan referendum namun kebijakan pemerintah Indonesia yang salah dan kurang tepat bagi orang Papua di forum diskusi di University of Melbourne dalam menanggapi pernyataan Menteri Koordinator Bidang Hukum dan Keamanan RI Wiranto dengan pernyataannya bahwa tidak ada lagi peluang referendum bagi Papua dan Papua Barat sebagai respon atas demo yang dilakukan oleh mahasiswa asal Papua di Jakarta dalam konteks menyikapi peristiwa pengepungan asrama mahasiswa Papua di Surabaya pada 19 Agustus 2019 silam.

Upaya Papua dan Papua Barat untuk merdeka terus berlanjut, 1 Desember 2020 merupakan hari bersejarah bagi Benny Wenda sebagai Presiden Sementara Republik West Papua. Pendeklarasian kemerdekaan Papua Barat dilakukan oleh Benny Wenda sebagai United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) di Oxford, Inggris. 

ULMWP menyatakan bahwa pemerintahan sementara ini memiliki tujuan untuk melakukan mobilisasi masyarakat Papua Barat dan Papua untuk mengadakan referendum guna mencapai kemerdekaan Papua Barat. Selain itu, pemerintahan sementara pimpinan Benny Wenda ini akan mengambil alih pemerintahan di Papua dan dengan segera mungkin menyelenggarakan pemilu. Dalam acara-acara internasional, ULMWP akan menjadi representasi Republik West Papua. Benny Wenda menambahkan jika keberadaan pemerintah dan militer Indonesia di Papua merupakan tindakan ilegal.

Sebagaimana tercantum dalam pasal 1 dan pasal 2 sesuai Protokol Konferensi Jenewa 1949 bahwa Papua seharusnya dibangun dengan pendekatan kemanusiaan melalui HAM dan pendekatan keamanan secara humaniter. Kondisi Papua saat ini terdapat sebuah kelompok kriminal bersenjata yaitu Organisasi Papua Merdeka sebagai penggerak untuk meraih kemerdekaan Papua. 

Perlu diketahui bahwa dikatakan sebagai kelompok kriminal bersenjata karena kriteria-kriteria yang ditentukan telah terpenuhi. Kriteria kelompok kriminal bersenjata antara lain: tidak memiliki hierarki komando yang jelas; tidak memiliki kemampuan melakukan pengawasan terhadap wilayah yang dikuasai; melakukan operasi militer secara spontan; dan tidak berdasarkan ketentuan Protokol II Konferensi Jenewa 1949. 

Sebagai penjelas bahwasanya kelompok kriminal bersenjata dan kelompok bersenjata merupakan dua hal yang berbeda. Ada pun kriteria yang digolongkan sebagai kelompok bersenjata adalah kelompok yang memiliki kriteria yang berlawanan dengan kriteria yang telah disebutkan sebagai kelompok kriminal bersenjata dengan contoh Gerakan Aceh Merdeka (1976-2005). Namun dalam menghadapi kelompok kriminal bersenjata, perlu diperhatikan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 mengenai Hak Asasi Manusia. 

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 sebagai dasar atas hukum  HAM. Hukum HAM sendiri adalah hukum yang mengatur perlindungan terhadap hak-hak individu maupun kelompok yang dilindungi oleh internasional atas pelanggaran yang dilakukan oleh pemerintah atau aparat keamanan maupun bukan aparat keamanan.

 Dalam hukum HAM mengatur pula hak untuk menentukan nasib sendiri dan diperjelas dalam Protokol Tambahan I Tahun 1977 baik yang menyangkut gerakan pembebasan atas kolonial atau daerah yang tidak berpemerintahan dan gerakan separatis di suatu negara yang sudah berpemerintahan.

Dalam menanggapi situasi dan kondisi terkini di Papua, perlu dipahami bahwa Papua sedang berkutat dengan sebuah "Bentuk Peperangan Baru" akibat konflik internal yang melibatkan isu identitas (ras, etnis, kultur dan pengawasan oleh negara). Dalam menanggapi isu tersebut, negara seringkali melibatkan militer dalam upaya penegakan hukum di Indonesia dimana wilayah tersebut yang dalam perspektif internasional sangat rentan terhadap pelanggaran HAM. 

Selain itu, perlu diingat bahwa permasalahan yang ada di Papua bukanlah masalah senjata melainkan perlu adanya perbaikan kehidupan yang layak dan peningkatan harkat dan martabat masyarakat Papua secara utuh agar dapat berdiri sejajar dengan suku bangsa lain di Indonesia. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline