Halo Takita,
Saya Kak Kanti dari Jakarta. Terima kasih ya, sudah diundang untuk membalas suratmu. Setelah membaca surat kamu, saya jadi ingin bercerita tentang bagaimana akhirnya saya memilih menjadi seorang penulis. O ya, saya penulis cerita lho.
Waktu kecil, ibu dan ayah selalu mendongeng untuk saya. Dongeng itu entah dibacakan dari sebuah buku, atau berdasarkan ingatan mereka saja. Setiap mendengar cerita dari mereka, imajinasi di kepala saya langsung menari-nari. Langsung muncul wajah Rama dan Sinta dari kisah Ramayana, atau pangeran tampan dari kisah Cinderela.
Saya termasuk anak yang ‘ketagihan’ mendengar cerita. Kalau ayah dan ibu sudah selesai bercerita, saya terus-terusan memaksa mereka melanjutkan cerita, sampai akhirnya mereka harus mengarang dongeng sendiri. Aku jujur ya, kebiasaan itu masih terjadi sampai sekarang.
Mungkin karena mereka semakin sibuk dan sudah kehabisan cerita, saya dibelikan berbagai kaset rekaman cerita dari Sanggar Cerita. Saya senang sekali dengan koleksi rekaman cerita itu. Ngomong-ngomong sekarang ada yang tahu enggak sekarang Sanggar Cerita ada di mana?
Setiap malam sebelum tidur selalu saya putar kaset-kaset dari Sanggar Cerita. Setiap ada cerita baru, pasti ayah-ibu belikan. Dan ketika sudah lancar membaca, ayah-ibu membelikan berbagai macam buku cerita bergambar. Kepala saya menjadi penuh imajinasi, saya akhirnya pun mulai suka mengarang cerita sendiri. Cerita buatan saya, awalnya saya rekam, kemudian saya mulai membuat komik, dari membuat komik saya mulai menulis cerpen. Walau demikian, kedua orangtua saya masih sering saya ‘paksa’ bercerita.
Memasuki sekolah dasar, pelajaran sejarah di sekolah mulai mempelajari sejarah Singosari - Majapahit. Ketika mendekati ulangan, walau sudah berkali-kali membaca buku pelajaran, tak satu pun kisah Ken Arok sampai Raden Wijaya yang menempel. Kemudian datanglah saya kepada ibu saya. Dengan tenang, ia mulai mendongengkan kisah Ken Arok, sampai terjadinya Majapahit. Saya masih ingat, sambil bercerita, ibu sambil menyuapi saya (hahaha manja ya). Kisah itu begitu melekat di kepala saya, sehingga saat ulangan saya pun berhasil, dan sampai sekarang masih teringat.
Semenjak hari itu, saya sadar bahwa melalui cerita, walau dengan bahasa sederhana sekali pun, seseorang dapat belajar dengan mudah. Ketika saya punya adik kecil, saya paling senang membacakan cerita untuknya. Dari ia masih balita, walau belum mengerti, saya sudah sering membacakan cerita untuknya. Adik saya sudah kuliah sekarang, dan dia mengambil jurusan sejarah. Alasannya karena waktu kecil dia terkesan dengan cara saya menceritakan kisah-kisah sejarah kepadanya.
Karena itu saya semakin ingin menjadi penulis, untuk berbagi cerita, berbagi pengetahuan dengan cara yang paling mudah. Juga untuk Ayah Bunda di sana, teruslah kalian bercerita untuk anak-anak kalian ya, karena cerita dari kalian adalah yang paling menginspirasi anak-anak.
http://blog.indonesiabercerita.org/takita/surat-dari-takita-mimpi-mimpi-takita/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H