Di suatu negeri yang kaya akan sumber daya alam dan memiliki populasi yang beragam, terdapat seorang Menteri Informatika yang diangkat dengan harapan dapat memimpin transformasi digital negara tersebut. Namun, harapan itu segera pudar ketika ketidakmampuan sang menteri mulai terkuak.
Menteri Informatika, yang latar belakangnya lebih banyak berkaitan dengan bisnis konvensional daripada teknologi, segera menunjukkan kurangnya pemahaman mendalam tentang sektor informatika. Salah satu kegagalannya yang paling mencolok adalah lambatnya adopsi teknologi baru di berbagai sektor pemerintahan. Sistem administrasi yang seharusnya bisa dijalankan secara digital tetap menggunakan metode manual yang ketinggalan zaman, mengakibatkan birokrasi yang lambat dan inefisien.
Selain itu, sang menteri gagal mengembangkan infrastruktur digital yang memadai. Jaringan internet di banyak wilayah pedesaan tetap lambat dan tidak stabil, mempengaruhi akses masyarakat terhadap informasi dan layanan digital. Akibatnya, kesenjangan digital antara wilayah perkotaan dan pedesaan semakin lebar, menciptakan ketidakadilan sosial dan ekonomi yang mendalam.
Keamanan siber juga menjadi masalah besar di bawah kepemimpinan menteri ini. Beberapa kali terjadi kebocoran data besar-besaran yang mengakibatkan kerugian finansial dan kerusakan reputasi bagi berbagai institusi pemerintahan dan bisnis. Namun, alih-alih mengambil langkah tegas untuk meningkatkan keamanan, sang menteri tampak lebih sibuk mencari kambing hitam daripada solusi nyata.
Akibat dari ketidakmampuan menteri ini sangat signifikan. Pertumbuhan ekonomi digital negara terhambat, kehilangan daya saing dengan negara-negara tetangga yang lebih maju dalam teknologi. Investasi asing di sektor teknologi berkurang drastis, karena investor kehilangan kepercayaan terhadap kemampuan negara dalam menjaga stabilitas dan keamanan digital.
Tidak hanya itu, masyarakat menjadi semakin frustrasi dengan layanan publik yang lambat dan tidak efisien. Generasi muda, yang seharusnya menjadi motor penggerak inovasi, merasa kurang didukung oleh kebijakan yang ada dan banyak dari mereka memilih untuk mencari peluang di luar negeri, mengakibatkan brain drain yang merugikan potensi perkembangan teknologi di dalam negeri.
Kisah ini adalah sebuah pengingat betapa pentingnya kompetensi dan kepemimpinan yang tepat dalam posisi strategis, khususnya dalam era digital yang terus berkembang pesat. Ketidakmampuan seorang pemimpin dalam memahami dan mengelola sektor teknologi tidak hanya berdampak pada kemunduran ekonomi, tetapi juga menciptakan ketidakpercayaan dan ketidakpuasan yang meluas di kalangan masyarakat.
berdasarkan cerita diatas beberapa mahasiswa teknologi informasi uin ar-raniry mencoba melakukan observasi bagaimana peran mahasiswa jika skenario diatas terjadi dan berkesimpulan berikut;
Observasi umum mahasiswa Teknologi Informasi menunjukkan bahwa mereka menyadari pentingnya keamanan siber dalam menjaga stabilitas digital negara. Mereka melihat bahwa kegagalan Menteri Informatika pada sebuah negeri dongeng diatas dalam menangani kebocoran data mengindikasikan kurangnya pengetahuan dan tindakan proaktif dalam melindungi data sensitif. Mahasiswa berpendapat bahwa pendekatan reaktif menteri yang lebih fokus pada mencari kambing hitam daripada solusi nyata justru memperparah situasi. Mereka mengusulkan pentingnya penerapan kebijakan keamanan siber yang ketat dan peningkatan kesadaran tentang praktik-praktik keamanan di kalangan instansi pemerintahan.
Selain itu, mahasiswa Teknologi Informasi juga mengamati bahwa ketidakmampuan menteri telah berdampak luas pada ekonomi digital negara. Mereka menyadari bahwa kurangnya infrastruktur digital yang memadai dan kebijakan yang tidak mendukung inovasi teknologi membuat negara kehilangan daya saing global. Mahasiswa menekankan pentingnya kebijakan yang mendukung investasi asing di sektor teknologi dan penyediaan akses yang merata terhadap infrastruktur digital. Mereka juga prihatin terhadap fenomena brain drain, di mana banyak generasi muda berbakat memilih meninggalkan negara karena merasa tidak didukung untuk berkembang di bidang teknologi. Mahasiswa mendesak pemerintah untuk mengambil langkah-langkah strategis guna menciptakan ekosistem teknologi yang kondusif dan mendukung pertumbuhan ekonomi digital yang inklusif.
Untuk mengatasi ketidakmampuan dalam kepemimpinan sektor informatika, langkah pertama yang harus diambil adalah penunjukan seorang menteri yang memiliki latar belakang kuat di bidang teknologi informasi dan komunikasi. Pemerintah juga perlu berinvestasi dalam pengembangan infrastruktur digital yang memadai, terutama di daerah pedesaan, guna mengurangi kesenjangan digital. Selain itu, penting untuk mengimplementasikan kebijakan keamanan siber yang ketat dan menyelenggarakan pelatihan berkala bagi pegawai pemerintahan untuk meningkatkan kesadaran dan keterampilan mereka dalam menghadapi ancaman siber. Kolaborasi dengan kampus dan institusi pendidikan dalam riset dan inovasi teknologi juga harus ditingkatkan, guna menciptakan solusi yang sesuai dengan kebutuhan lokal dan mempercepat transformasi digital negara. Dengan langkah-langkah ini, diharapkan negara dapat kembali membangun kepercayaan publik dan investor, serta menciptakan ekosistem digital yang inklusif dan berkelanjutan.