Lihat ke Halaman Asli

Kanopi FEBUI

TERVERIFIKASI

Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi FEB UI

Bagaimana Tren Going Viral dan Cancel Culture Membentuk Tragedi Ekonomi

Diperbarui: 2 Desember 2023   03:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi cancel culture dan dampaknya. Sumber: iStockphoto/tumsasedgars via kompas.com

"Ini bulan paling berat untuk kita, tapi buat orang lain, ini cuma satu notifikasi, Ma,"

Begitu kata Muklis, salah satu karakter dalam film Budi Pekerti. Film Budi Pekerti kini tengah menarik perhatian khalayak ramai semenjak penayangan perdananya. Bagaimana tidak, film karya Wregas Bhanuteja ini dinilai menjadi film yang sangat brilian dengan menyajikan cerita yang sangat relevan dan nyata dalam kehidupan sehari-hari. Memilih pandemi Covid-19 sebagai latar waktu, film ini menyorot tentang masifnya penggunaan media sosial dan dasyatnya pengaruh suatu narasi yang dibentuk di media sosial terhadap kehidupan seseorang, bahkan kehidupan suatu rumah tangga keluarga. 

Dengan sentuhan personal, film ini berhasil membuat penonton merasa dekat dengan karakternya. Terutama Bu Prani, diperankan oleh Sha Ine Febriyanti yang membawa keseleruhan cerita. Di film ini, diceritakan Bu Prani, seorang guru BK, yang berambisi untuk naik jabatan menjadi kepala sekolah. Ambisi ini menguat lantas situasi yang sedang dihadapi keluargnya, di mana Bu Prani harus segera naik gaji untuk menghidupi keluarganya, mulai dari membayar kontrakan sampai membayar pengobatan suaminya yang mengalami depresi. Namun, mimpinya seketika sirna akibat konflik yang dihadapinya saat hendak membeli kue putu yang sedang "viral" di pasar. 

Bu Prani "diviralkan" ketika sedang mengonfrontasi salah satu pelanggan lain yang menyelak antrean. Aksi ini tertangkap kamera dan disebarluaskan. Dalam video tersebut, Bu Prani terlihat mengumpat kepada penjual kue putu, Bu Rahayu, yang merupakan orang tua. Walaupun telah berkali-kali mencoba meluruskan kesalahpahaman, opini netizen tetap tidak memihak Bu Prani. Framing yang terbentuk di media sosial membentuk masalah yang kian membesar. Sampai pada akhirnya, citra Bu Prani tidak berhasil diselamatkan, begitu juga dengan reputasi anak-anaknya, Muklis dan Tita, yang ikut turun dengan adanya konflik itu.

Berawal dari pertengkaran biasa di pasar hingga menjadi masalah yang sangat besar dan kompleks. Bu Prani pasti tidak menyangka bahwa celotehan yang ia utarakan di pasar bisa membawanya dan keluarganya ke tepi jurang.

Film Budi Pekerti menunjukkan realita kejam dari zaman modern ini. Begitu mudahnya narasi yang dibuat seseorang di media sosial mengubah hidup orang lain. Pada artikel kali ini, kita akan mengkaji lebih jauh tentang narrative economics dan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut: apa yang membuat narasi menjadi viral dan bagaimana ini berlaku terhadap teori ekonomi?

sumber. dokpri

Mengapa Narasi Ekonomi Mudah Menyebar seperti Wabah Penyakit?

Terlepas dari benar atau salahnya, narasi dapat menggerakkan perekonomian dengan memengaruhi seseorang dalam pengambilan keputusan. Dalam bukunya yang baru diterbitkan, Narrative Economics, Robert J. Shiller, ekonom pemenang hadiah Nobel dan spesialis behavioral finance, meletakkan dasar untuk memahami bagaimana narasi ini membantu mendorong peristiwa ekonomi.

Shiller yakin kita harus meluangkan lebih banyak waktu untuk mempelajari mengapa beberapa narasi ekonomi "menjadi viral." Penggunaan istilah medis "virus" dan "penularan" untuk menggambarkan cara kita menyampaikan dan menyebarkan narasi adalah hal yang disengaja. Shiller mengatakan inilah saatnya untuk mulai memikirkan narasi-narasi ini sebagai bentuk penyakit yang ditularkan dari mulut ke mulut dan mengikuti model penularan yang dijelaskan oleh para ahli epidemiologi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline