Dalam sehat atau sakit, dalam kaya atau miskin, aku berjanji untuk memercayai, menghargai, dan menghormatimu sebagai pasangan hidupku sampai maut memisahkan kita, begitulah ucapan janji nikah yang seringkali terdengar di antara masyarakat.
Sejak lama, janji tersebut membawa sentimen yang sangatlah sederhana dan indah---bahwa pasangan tersebut akan terus bersama, terlepas dari segala hal yang dapat terjadi.
Namun, pada realitanya, tentu saja dunia akan segera menunjukkan kedalamannya, termasuk mengenai cinta, hubungan, dan pernikahan.
Di balik sederhananya janji pernikahan, terdapat banyak hal teknikal yang harus dipertimbangkan dalam suatu hubungan, sebelum akhirnya sampai ke pelaminan: bahkan mungkin hal perasaan bisa menjadi hal yang paling terakhir yang perlu dipikirkan dibandingkan hal-hal tersebut.
Tulisan ini saya akan mengaji pertimbangan-pertimbangan tersebut dan bagaimana Ilmu Ekonomi menjadi bagian dari pengambilan-pengambilan keputusan yang menyangkut kehidupan percintaan dan pernikahan.
Bagaimana Ekonomi Diaplikasikan dalam Percintaan
Menurut Paul Samuelson, ilmu ekonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia mengenai pilihan. Pilihan, dalam artian tersebut, adalah pengalokasian sumber daya yang terbatas untuk memenuhi keinginan manusia yang tidak terbatas.
Dimulai dari definisi mendasar ini, ilmu ekonomi sudah dapat dipararelkan dengan hubungan percintaan dimana manusia akan memilih seseorang yang hanya dapat secara terbatas menawarkan cintanya untuk permintaan cinta yang tidak terbatas.
Mungkin kebanyakan dari kita tidak menyadarinya, tetapi setiap langkah dalam hubungan percintaan kita benar-benar berjalan memenuhi berbagai prinsip dan teori ekonomi yang ada.
Jika ditarik ke belakang, setiap hubungan pasti berawal dari masa perkenalan, dimana kita berusaha mendekati dan mengenal lebih dalam lawan jenis yang menarik hati.