Lihat ke Halaman Asli

Kanopi FEBUI

TERVERIFIKASI

Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi FEB UI

NAURU: Nautral Resources, Sebuah Kebahagiaan Semu

Diperbarui: 25 Agustus 2023   19:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

source. dokpri

Siapa yang tidak mengenal Republik Nauru? Sebuah negara yang tersembunyi di tengah-tengah Samudera Pasifik, meskipun menjadi negara pulau terkecil di dunia dengan luas wilayah yang tak lebih dari 21 km, Nauru memiliki seunggal kisah yang dapat kita cermati dalam menyikapi kekayaan alam. Secara historis, Nauru memiliki lokasi geografis yang relatif terisolasi dengan negara disekitarnya, hal ini membuat Nauru menjadi tempat persinggahan satu-satunya untuk para aves. Implikasinya membuat Nauru memiliki banyak kandungan fosfat sebagai hasil dari akumulasi sekresi hewan-hewan tersebut selama jutaan tahun lamanya. 

Kekayaan di Tengah Samudra Pasifik

Kekayaan alam yang dimiliki Nauru tersebut mulailah tersentuh sebuah rencana dari serakahnya manusia. Berdasarkan artikel yang berjudul "Nauru: The first failed Pacific State?", penambangan fosfat pertama kali dimulai pada tahun 1907 ketika Nauru berada dibawah kendali Jerman dan hal tersebut terus berlanjut hingga Nauru mendapatkan kemerdekaannya di tahun 1968. 

Pendapatan dari ekspor fosfat membawa Nauru menjadi salah satu negara dengan pendapatan per kapita tertinggi, meskipun Nauru tidak memberikan data resmi pendapatan nasional-nya, diestimasikan pada masa kejayaannya (1975), pendapatan per kapita-nya berkisar diangka 31.000 USD (McQuade, 1975, hal. 133) jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Amerika Serikat yang berada diangka 12.000 USD. 

Selama masa kejayaan, 1970-an hingga 1980-an, rakyat Nauru mendapatkan banyak benefits dari pemerintah; seperti akses kesehatan dan study abroad gratis. Sayangnya, kondisi yang penuh kebahagiaan dan kenyamanan ini membawa malapetaka bagi Nauru. Banyak dari rakyat Nauru yang memilih untuk tidak bekerja selama masa kejayaan dari pertambangan fosfat dan hanya sedikit yang menyelesaikan sekolah menengah bahkan lebih sedikit lagi yang masuk kedalam perguruan tinggi (Connell, 2006). Kondisi tersebut menyebabkan kurangnya sumber daya manusia yang berkualitas. 

Selain itu, Pemerintah Nauru sendiri tidak pernah menyusun rencana dan strategi dengan bijak apabila cadangan fosfat mulai menipis dan habis. Yang dilakukan oleh pemerintah Nauru adalah dengan melakukan strategi overseas investment yang sebagian besar proyeknya hanyalah prestige semata (Air Nauru, Nauru Pacific Line, Hotel dan Office Buildings) hal tersebut juga terkesan sebagai wasteful spending karena hanya sedikit darinya yang menghasilkan keuntungan dan kebanyakan beroperasi dengan mengalami kerugian secara finansial (Connell J, 2006). 

Fall from Grace

Seiring berjalannya waktu, Nauru mengalami penurunan produksi di tahun 1990-an karena cadangan fosfat yang semakin menipis. Penurunan produksi ini juga diperparah dengan fakta bahwa harga fosfat dunia mengalami penurunan dari 68 USD di tahun 1975 menjadi tidak lebih dari 44 USD sepanjang tahun 1990-an. Di sisi lain, overseas investment yang dilakukan juga tidak berhasil sehingga membuat pendapatan Nauru mengalami penurunan drastis dan membuat Nauru mendapatkan title baru sebagai salah satu negara termiskin diakhir tahun 90-an

Bak jatuh tertimpa tangga. Penambangan yang dilakukan telah meninggalkan 'moonscape' yang terjal lebih dari 80% pulau (Connell J, 2006). Hal tersebut tentu mengganggu keanekaragaman hayati yang ada dan juga membuat lahan pertanian perkebunan semakin mengecil yang lebih lanjut mengganggu domestic supply chain, sehingga menjadikan Nauru sebagai negara pengimpor dengan total impor sebesar 83% dari PDB di tahun 2020 (Data: United Nations Conference On Trade And Development). 

Apa pelajaran yang dapat diambil dari kisah Nauru ? 

Hal paling penting yang diajarkan Nauru kepada kita adalah Natural Resources tidak akan bertahan selamanya sehingga diperlukan pengelolaan sumber daya yang bijak dan terencana. Selain daripada perencanaan dan pengelolaan sumber daya alam, masyarakat tidak boleh terlena dengan kenyamanan dan kebahagiaan yang ada, jadikan insentif tersebut untuk terus mengembangkan human capital sehingga membentuk sumber daya manusia yang berkualitas dan nantinya pembangunan ekonomi dapat terus berlanjut tanpa berpaku pada sektor ekstraktif.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline