Lihat ke Halaman Asli

Kanopi FEBUI

TERVERIFIKASI

Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi FEB UI

Menyibak Tabir di Balik Perhelatan Harbolnas: Dopamine atau Candu?

Diperbarui: 23 Mei 2021   11:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Harga miring menggiurkan, pilihan barang yang seakan tidak berakhir, dan lain sebagainya. Kumpulan frasa tersebut hanya sebagian dari pemikiran konsumen ketika berpartisipasi dalam belanja online saat Harbolnas. Entah berusaha memenuhi kebutuhan esensial atau memenuhi keinginan spontan, Harbolnas merupakan hari yang ditunggu-tunggu konsumen.

Ganasnya antusiasme masyarakat inilah yang akhirnya memicu e-commerce menduplikasi konsep tanggal-tanggal cantik pada hampir setiap bulan, membuat Harbolnas tidak lagi sakral pada tanggal 12 Desember. 

Tidak hanya itu, pada tahun ini Harbolnas yang hadir menjelang Ramadhan juga digadang-gadang dapat menjadi momentum bangkitnya perekonomian. Seperti apakah cerita di balik ajang ramai ini dari perspektif bisnis dan ekonomi?

Di Balik Tirai Harga Ekstrem Harbolnas

Sekilas terlihat bahwa Harbolnas merupakan perhelatan merugikan akibat diskon besar-besaran yang telah dijajakan oleh penjual, namun ternyata penjual malah menerima keuntungan berlebih dari Harbolnas. Hal ini dapat terjadi karena adanya price discrimination

Price discrimination terjadi ketika suatu bisnis menjual barang yang sama di harga yang berbeda terhadap pembeli yang berbeda. Konsep ini mampu memaksimalkan keuntungan karena setiap pembeli memiliki kesediaan mengeluarkan uang masing-masing. 

Oleh karena itu, terdapat kelebihan untung ketika pembeli yang biasanya membayar pada harga lebih rendah malah dikenakan harga lebih tinggi.

Harbolnas pun menggunakan price discrimination. Harga diturunkan secara drastis sebagai diskriminasi dari segi waktu. Sepanjang tahun, penetapan harga barang menghasilkan margin laba yang besar. Namun, saat Harbolnas, harga barang ditetapkan lebih rendah daripada harga sepanjang tahun (antara menjadi "harga normal" atau benar-benar "harga diskon"). 

Price discrimination di sini bisa didefinisikan sebagai selisih harga konsumen yang membeli saat harga sedang tinggi sepanjang tahun dan konsumen yang membeli saat harga rendahnya Harbolnas.

Terdapat konsumen yang bersedia untuk membeli produk ketika harga masih tinggi dan ada pula konsumen yang menunggu untuk membeli saat Harbolnas. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline