Lihat ke Halaman Asli

Kanopi FEBUI

TERVERIFIKASI

Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi FEB UI

Polarisasi Politik, Si Pengendali Pikiran Rakyat

Diperbarui: 12 Juli 2020   05:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebuah mural yang berisi dan membawa pesan damai menghiasi tembok di Lamper Kidul, Kota Semarang, Jawa Tengah, Selasa (7/2/2017). Mural tersebut membawa pesan damai di tengah keberagaman masyarakat yang saat ini rentan dengan isu SARA dari media sosial. (Foto: KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA)

Apakah kinerja pemerintah pusat dalam mengatasi penyebaran Covid-19 sudah baik? Survei nasional oleh Indikator menemukan bahwa jawaban dari pertanyaan ini sangat dipengaruhi oleh sikap partisan. 

Masyarakat pendukung Jokowi pada Pemilu 2019 lalu banyak menjawab bahwa mereka puas atas kinerja pemerintah. Sedangkan pemilih Prabowo lebih banyak menjawab bahwa mereka tidak puas.

Penemuan ini sangatlah unik. Jawaban masyarakat nyatanya sangat dipengaruhi oleh preferensi politik mereka. Masyarakat seolah-olah menggunakan dua lensa berbeda untuk memandang satu realita yang sama. Dari sini, kita bisa melihat seberapa besar peran partisanship dalam mengendalikan pandangan masyarakat.

Pengangkatan Prabowo Subianto sebagai menteri pertahanan di Kabinet Indonesia Maju mendatangkan peluang konsolidasi bagi dua kubu politik yang bertarung pada Pemilu 2019. 

Figur-figur dukungan "cebong" dan "kampret" akhirnya bersatu dan saling bahu membahu membangun Tanah Air. Tetapi nyatanya polarisasi tetap berlanjut dengan pengusungan tokoh "lawan" baru. Siapakah dia?

Dia adalah Anies Baswedan yang kini mulai dilihat oleh masyarakat sebagai kandidat potensial pada Pemilu 2024 mendatang. Walaupun Jokowi tidak akan secara langsung bertempur dengan Anies pada pemilihan umum berikutnya, adanya polarisasi pendukung kedua figur ini terbilang hebat. 

Istilah "Togog"---saudara jahat dari Semar---dan "kadrun"---singkatan dari kadal gurun yang dinilai bersifat diskriminatif---seringkali digunakan pendukung masing-masing tokoh untuk mencemooh kubu lainnya.

Bentuk labelling tersebut nampaknya membawa makna tersendiri. Menurut Summer (1906), labelling berkonotasi negatif menunjukkan adanya antagonisme yang kuat terhadap outgroup. Berakhirnya masa Pemilu nyatanya tidak langsung meniadakan polarisasi dalam masyarakat. Fenomena ini kemudian memunculkan suatu pertanyaan---apa dampak dari hal yang tak dapat kita hapuskan ini?

Polarisasi dalam masyarakat

Sebelum kita berbicara tentang polarisasi dan hubungannya dengan ekonomi, sangatlah penting untuk memahami apa itu polarisasi. Polarisasi bukanlah pertentangan mengenai kebijakan-kebijakan pemerintah. Sesungguhnya diskursus mengenai hal-hal substantif seperti ini sangatlah baik bagi demokrasi. 

ilustrasi: @Kanopi_FEBUI

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline