Lihat ke Halaman Asli

Kanopi FEBUI

TERVERIFIKASI

Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi FEB UI

Membumikan Ilmu Ekonomi, Mengawinkan Teori dan Data Empiris

Diperbarui: 28 September 2018   19:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi pribadi

"If economists wished to study the horse, they wouldn't go and look at horses. They'd sit in their studies and say to themselves, 'What would I do if I were a horse?" - Ely Devons

Teori dan model selalu menjadi tulang punggung yang membentuk ilmu ekonomi seperti yang kita lihat hari ini. Teori dan model yang diciptakan dibangun atas pendekatan yang mendasarkan diri pada logika dan matematika. 

Pendekatan ini, yang disebut sebagai pendekatan deduktif, berangkat dari aksioma umum menuju kesimpulan yang sah mengenai interaksi antar variabel yang spesifik. Ditinjau dari segi historis, populernya pendekatan deduktif dalam disiplin ilmu ekonomi merupakan respon akan keberhasilan ilmu alam, seperti fisika,  yang berhasil melakukan observasi dan membuat prediksi yang akurat mengenai alam berdasarkan prinsip deduktif. 

Keunggulan dari pendekatan ini adalah kemampuannya untuk menjelaskan hubungan antar variabel secara rapi dan terstruktur serta menghasilkan kesimpulan yang valid bila premis-premis pembangunnya didasarkan pada asumsi dan logika yang tepat. 

Contoh pendekatan deduktif dalam ekonomi adalah interaksi antara harga dan kuantitas permintaan barang, dimana teori mengatakan bahwa keduanya berhubungan terbalik. Sehingga ketika harga suatu barang meningkat, maka sisi permintaan akan merespon dengan cara menurunkan jumlah permintaan, pun berlaku sebaliknya.

Akan tetapi, kemampuan pendekatan ini hanya terbatas untuk menjelaskan hubungan kausalitas antara variabel X dan Y saja. Oleh karena itu, pendekatan ini cenderung mengabaikan keberadaan variabel lain yang mungkin saja mempengaruhi Y. Tidak mengherankan apabila pendekatan deduktif lazimnya menggunakan asumsi ceteris paribus untuk membatasi kesimpulan akhir agar tidak melebar. 

Meskipun begitu, asumsi ini  gagal menginkorporasi kompleksitas dan interdependensi antar variabel ke dalam teori, asumsi, dan pemodelan yang mereka buat. Jika dilihat dengan hukum permintaan, Veblen goods, dimana permintaan terhadap barang mewah naik seiring meningkatnya harga, merupakan sebuah anomali. 

Namun, fenomena itu dapat dijelaskan dengan variabel lain yang dipengaruhi harga, yaitu prestise dari memiliki barang tersebut yang naik seiring harganya. Permasalahan ceteris paribus adalah menganggap bahwa harga tidak bisa mempengaruhi permintaan melalui variabel prestise tersebut.

Itu sebabnya ilmu ekonomi selalu dikritik selama bertahun-tahun. Teori dan asumsi yang dibangun seringkali jauh panggang dari api. Banyak pihak yang menuding bahwa 'kegagalan' ilmu ekonomi dalam menjelaskan serta menyelesaikan permasalahan-permasalahan ekonomi disebabkan karena minimnya penggunaan pendekatan induktif, yakni pendekatan yang berangkat dari observasi lapangan, data, maupun statistik menuju suatu kesimpulan yang umum. Selain itu, hal tersebut juga disebabkan karena adanya  kecenderungan di kalangan ekonom untuk berpegang pada teori dan asumsi tradisional.  

Kabar baiknya,  para ekonom mulai menyadari bahwa dugaan (supposition) semata tidak mampu menjawab permasalahan ekonomi secara tuntas. Perkembangan teknik pengolahan data, meluasnya variabel data yang dapat dicatat, masifnya proses komputerisasi, serta meningkatnya kebutuhan akan hasil penelitian yang dapat menjawab persoalan secara jitu mendorong terjadinya perubahan pola pikir para ekonom. 

Oleh karena itu, salah satu jalan yang mereka tawarkan dalam rangka membawa ilmu ekonomi mendekati realitas adalah dengan mengintensifkan penggunaan metode induktif dalam penelitian-penelitian terkini, yang dikenal pula sebagai revolusi empiris. 

Tidak ada waktu pasti mengenai kapan fenomena ini bermula. Beberapa pendapat populer mengatakan bahwa fenomena ini terjadi setelah PD II, pada tahun 1980-an --seiring munculnya personal computer. Ada juga yang berargumen bahwa semakin populernya teknik penelitian kuasi-eksperimen pada era 90-an, atau pada 2010-an--dimana data mikroekonomi dapat diproses secara real-time serta munculnya upaya pengombinasian ekonometri dan machine learning.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline