[caption id="attachment_243281" align="aligncenter" width="428" caption="Dari kiri ke kanan : Nick Messet, Eni Faleomavaega, dan Franzalbert Joku dalam sebuah pertemuan dengan Kongres AS tahun 2010. (Foto: komisikepolisianindonesia.com)"][/caption] Tokoh pendiri Organisasi Papua Merdeka (OPM) Franzalbert Joku dalam pengasingannya di negara tetangga PNG pernah menembus jabatan di kepemerintahan PNG yaitu sebagai staf Perdana Menteri. Mensikapi polemik tentang sejarah integrasi Papua ke dalam NKRI, Franzalbert mengatakan, Papua bukan dianeksasi, juga bukan berintegrasi atau diintegrasikan tetapi menjadi bagian dari wilayah NKRI berdasarkan azas uti possidetis juris. Kalau diintegrasikan atau digabungkan dengan NKRI berarti proses masuknya Papua dari luar ke dalam Indonesia. Padahal, Papua/Irian Barat sejak sejak Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 sudah sah menjadi wilayah NKRI berdasarkan azas uti possidetis juris. Tetapi ditahan oleh Belanda untuk sementara waktu dan diserahkan kepada Indonesia melalui proses Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera). Menurut azas uti possidetis juris yang berlaku umum dalam hukum internasional, negara yang merdeka mewarisi wilayah bekas negara penjajahnya (Penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf a UU No. 43 Tahun 2008). “Jadi yang tepat, Indonesia merebut kembali Papua/Irian melalui jalan diplomasi. Karena itu istilah yang tepat adalah Papua/Irian “diperoleh kembali” atau ”masuk kembali” Papua ke NKRI, bukan diintegrasikan,” tegas Franzalbert Joku, seorang tokoh yang banyak mengkritisi segala dinamika yang tumbuh dan berkembang di Tanah Papua melalui Siaran Pers di Jayapura, akhir April lalu. http://zonadamai.wordpress.com/2013/05/13/papua-sudah-merdeka-sejak/ Hal itu diungkapkan Franzalbert akhir April lalu melalui siaran pers yang dikirimkan ke sejumlah media lokal maupun nasional, dalam rangka peringatan 50 tahun penyerahan Irian Barat dari Belanda ke Indonesia melalui PBB (UNTEA) 1 Mei 1963. Joku yang kini sudah kembali menjadi WNIdan menjabat sebagai Ketua Umum Badan Otorita Adat Sentani (BOAS) itu mengatakan, menjelang hari bersejarah tanggal 1 Mei setiap tahun, sudah menjadi kebiasaan bagi masyarakat Papua dengan munculnya kembali semangat kebangsaan. Sebuah semangat yang tumbuh dan lama berkembang bahkan sebelum lahirnya Proklamasi 17 Agustus Republik Indonesia. Tokoh-tokoh Nasionalis dari Papua Joku mengisahkan, sebelum Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, di Papua sudah muncul para nasionalis Indonesia.Mereka antara lain Nikolas Jouwe, Corenus Cray, Silas Papare. Mereka mendirikan partai Komisi Indonesia Merdeka (KIM). Sementara Marthen Indey dan JA Dimara juga tercatat sebagai penggerak perjuangan Indonesia di Tanah Papua. Pasca Proklamasi, perjuangan para nasionalis Indonesia dari Papua makin bergelora. Namun saat itu masih sangat terbatas karena adanya tekanan dan larangan yang ketat dari kolonial Belanda yang masih terus bercokol di Tanah Papua. [caption id="attachment_243282" align="aligncenter" width="340" caption="Franzalbert Joku dan Nelson Mandela (Foto: cendrawasihpos.com)"]
[/caption] Pada masa kolonial Belanda, Papua Barat merupakan bagian dari wilayah Hindia Belanda dibawah administrasi Gubernur Jenderal Hindia Belanda di Batavia. Karena itu sebagaimana Pulau-pulau lain di Nusantara, menurut asaz uti possidetis juris tersebut, Irian Barat otomatis beralih status menjadi bagian wilayah Republik Indonesia sejak saat Proklamasi kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1945. Bukan Aneksasi Lebih lanjut Franzalbert Joku menyampaikan, kalau dilihat dari bukti sejarah bahwa Papua memang sudah dibawah NKRI sejak kemerdekaan 17 Agustus maka dengan adanya 1 Mei 1963 merupakan langkah strategis berdasarkan Perjanjian New York yang memperkuat kembalinya Papua ke pangkuan ibu pertiwi. Sehingga hanya orang-orang tertentu saja yang belum bisa menerima ini semua, dikarenakan tak mengetahui sejarah sesungguhnya. “Saran saya, bangsa Indonesia harus banyak memberikan suatu bentuk-bentuk yang bisa diterima semua warga Papua”, himbaunya. Papua berdasarkan New York Agreement telah kembali diserahkan kepada Indonesia pada 1 Mei 1963. Kekuatan diplomasi internasional yang menjadikan Papua kembali ke wilayah NKRI bukan melalui proses aneksasi. Karenanya, terhadap penganut pandangan yang berbeda, Joku berharap pemerintah tak menghakimi secara politik dan memberikan kesempatan pada mereka yang juga berjuang demi berlangsungnya Papua yang merupakan bagian dari wilayah NKRI untuk dapat berjuang bersama dengan Provinsi-Provinsi yang berada di luar Papua. nilai politik dan nilai sejarah dalam perjalanan 50 tahun kembalinya Papua ke pangkuan Republik Indonesia, menurut Joku memang relatif dinamis tergantung dari sudut pandang masing-masing. Namun yang tak terbantahkan adalah memang banyak kemajuan yang dicapai Provinsi Papua sekarang ini. Di sisi lain Joku juga mengakui, belum semua orang Papua bisa merasakan kemajuan. Inilah pekerjaan rumah yang harus kita selesaikan bersama. [***]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H