[caption id="attachment_284434" align="aligncenter" width="494" caption="Anak-anak anak Balita asal Kabupaten Keerom di Pengungsian di wilayah Negera PNG. (Foto : Dok. Elsham Papua)"][/caption]
Berapa persisnya jumlah warga Papua yang mengungsi ke wilayah Papua Nugini (PNG)? Sejauh ini belum pernah ada data resmi. Ketika Gubernur Papua Barnabas Suebu berkunjung ke lokasi pengungsian warganya itu tahun 2007 lalu, juga tidak membawa pulang data itu. Hanya berdasarkan pengakuan dari para pengungsi yang sudah repatriasi, jumlahnya pun bervariasi. Ada yang mengatakan lima puluh ribu, dan juga yang bilang di atas 100 ribu.
Mereka adalah korban konflik politik masa lalu (tahun 1980-an) ketika tentara OPM (Organisasi Papua Merdeka) terdesak oleh sikap tegas Pemerintah Indonesia yang tidak memberi tempat bagi mereka yang angkat senjata untuk memisahkan Papua dari wilayah Kedaulatan Indonesia.
Peter Parera (76) misalnya, salah satu repatrian menuturkan, dia telah tinggal di Papua Niugini selama 34 tahun dan menikah dengan warga setempat. Bersama istri, sembilan anak, dan satu cucu, Peter kini sudah kembali ke Jayapura.
”Saya dulu pergi karena orang-orang memaksa saya untuk ikut pergi ke Papua Niugini. Sekarang saya ingin pulang, ingin menggarap tanah di Jayapura,” kata Peter, yang selama ini bekerja di kantor pemerintah Papua Niugini.
Arus pengungsian juga terjadi pada era pendudukan Belanda di Irian Barat. Mereka lari ke PNG karena takut ditangkap tentara Belanda. Mereka kemudian hidup di hutan belantara di wilayah PNG. Semakin lama jumlah mereka terus meningkat dengan bertambahnya anak-cucu mereka. Tahun lalu, DPRD Keerom dan Pemkab Keerom mendapat permintaan dari Kepala Suku Senggi di PNG yang mengirim daftar calon repatrian mencapai 6.675 orang. Permintaan itu dibenarkan Asisten I Pemkab Keerom, Drs.Syaharuddin dan Anggota DPRD Keerom Isack Yunam. http://bintangpapua.com/headline/22861-mereka-warga-papua-yang-lari-ke-hutan
Kondisi mereka di Pengungsian
Menurut seorang rekan rohaniawan Katolik yang bertugas di Paroki Katedral St. Gerard kota Kiunga, Western Province (PNG), di wilayah tugasnya masih ada sekitar 9 ribu warga pengungsi asal Papua. Mereka tersebar di 17 lokasi atau kampung atau kamp penampungan pengungsi di sekitar border atau perbatasan Papua New Guinea dan Irian Barat.
[caption id="attachment_284435" align="aligncenter" width="430" caption="Rohaniawan di tengah jemaat yang dilayaninya. Mereka adalah bagian dari 9 ribu pengungsi Papua yang sudah puluhan tahun hidupdi PNG. (Foto : ponsa.wordpress.com)"]
[/caption]
Keadaan mereka sangat memprihatinkan. Mereka tidak punya warga negara. Mereka menjadi pengembara yang menetap. Mereka diizinkan untuk tinggal dengan syarat-syarat yang diatur oleh tuan dusun yang punya tanah. Mereka tidak boleh mengambil hasil hutan, sagu dan aneka jenis sayuran di luar batas yang sudah ditentukan. Mereka tidak boleh menjadi pengusaha dan pejabat. Mereka tidak boleh membangun rumah lebih bagus dari warga lokal. Mereka bisa menjadi guru, tapi tidak mendapat gaji dari pemerintah PNG.
Dalam sebuah wawancara dengan Surat Kabar PNG Currier Post, Uskup Gilles Cote, SMM pernah meminta kepada pemerintah Papua Nugini untuk memberikan status kewarganegaraan bagi pengungsi Papua yang lahir dan telah tinggal lama di wilayah PNG yang tidak lagi berniat untuk kembali ke Indonesia. Uskup juga meminta persamaan hak antara warga pengungsi dengan dengan warga lokal PNG dalam hal menjadi korban tambang emas Ok Tedi. Mereka selama ini sangat menderita, sebab tidak pernah mendapatkan kompensasi sedikit pun dari perusahaan seperti halnya warga lokal PNG. Uskup Gilles menyerukan kepada kedua negara (Indonesia dan PNG) untuk secara serius mengurus warga negaranya. “Berikan mereka jaminan keselamatan dan kesejahteraan,” demikian seruan Uskup. http://ponsa.wordpress.com/2011/12/03/rintihan-para-pengungsi-irian-barat-di-papua-new-guinea/
Kondisi memprihatinkan itu dibenarkan Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia Departemen Luar Negeri Teguh Wardoyo, empat tahun lalu. Menurutnya, banyak WNI di Papua Niugini yang ingin kembali karena mereka tidak lagi memiliki tanah garapan sewaan di Papua Niugini. Tanah mereka dibeli para pengusaha dan mereka kehilangan tanah yang menghidupi mereka. Banyak pula di antara mereka yang merupakan pelarian politik, yaitu tokoh atau anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM) atau orang-orang yang dikejar-kejar oleh anggota OPM karena tidak mau setuju dengan mereka.
”Pemerintah Papua Niugini beritikad baik membantu repatriasi WNI asal Papua dan Papua Barat. Repatriasi ini juga mengurangi beban pemerintah PNG,” ujar Teguh. http://regional.kompas.com/read/2009/11/18/05020516/.320.WNI.Mulai.Direpatriasi.
Diprovokasi untuk Tidak Pulang
Arus repatriasi para pengungsi Papua di PNG sudah terjadi sejak tahun 2007. Sudah belasan ribu yang kembali. Sesuai janji Gubernur Barnabas Suebu saat itu, kepada para repatrian itu Pemprov Papua sudah menyiapkan beberapa lokasi untuk dijadikan resettlement antara lain di Kampung Kwimi dan Yabanda (Kab. Keerom), Kabupaten Jayapura, Kota Jayapura, Biak, Pegunungan Bintang, Merauke dan Kabupaten Mimika. http://bola.kompas.com/read/2009/10/06/01501089/Papua.Terus.Siapkan.Repatriasi.
[caption id="attachment_284436" align="aligncenter" width="523" caption="Tuan Benny Wenda bersama para pengungsi yang diundang untuk mendengarkan Pidatonya tentang agenda kemerdekaan Papua (foto:KNPBnews.com)"]
[/caption]
Patut disayangkan, di tengah arus repatriasi itu masih juga ada provokasi dari para aktivisi Papua merdeka. Berbagai isu mereka tebarkan tentang kondisi tidak aman, intimidasi TNI, Pemprov Papua ingkar janji dan seribu satu isu lainnya. Korban provokasi itu dialami 38 orang warga Kabupaten Keerom yang mengunggsi ke PNG pada November 2012 lalu.Mereka berasal dari tiga kampung, yaitu, Sawyatami (11 pengungsi), Workwana (9 pengungsi) dan PIR III Bagia (18 pengungsi). Yang membuat miris adalah, di antara pengungsi itu ada dua wanita hamil, yaitu Rosalina Minigir (36 thn) hamil dua bulan, dan Agustina Bagiasi (35 thn) yang hamil empat bulan. Seorang perempuan bernama, Aleda Kwambre (28 thn) terpaksa harus melahirkan seorang bayi perempuan di kamp pengungsian itu. http://www.jatengtime.com/2012/nasional/kondisi-pengungsi-keerom-papua-di-png-memprihatinkan/#.Uq_a2T_wn2Y
Mereka diprovokasi sedang dikejar-kejar dan diintimidasi pasukan TNI. Segampang itukah TNI mengejar-ngejar orang? Bukankah tugas TNI antara lain mem-back up kebijakan Pemerintah termasuk Pemprov Papua untuk melindungi warganya dari gangguan tentara OPM?
Gubernur Lukas Enembe sebagai pengganti Barnabas Suebu sudah bertekad untuk terus melanjutkan program repatriasi ini. Kampung-kampung di Papua terus didandani. Melalui Perda tentang Pemberdayaan Kampung, Lukas dan jajarannya turun tangan agar Dana Otsus yang diperuntukan untuk komunitas kampung-kampung tidak tertahan di Pemkab.Kalau kampung semakin maju, tentu para pengungsi akan tertarik untuk pulang. Enembe sedang bekerja keras untuk mensukseskan program ini.
Terkait upaya provokasi itu, pada 27 Februari hingga 1 Maret 2013 lalu Benny Wenda dari Inggris dikhabarkan mengunjungi kamp-kamp pengungsi Papua di PNG itu. Sebagaimana diberitakan situs KNPBnews.com, Pace Benny Wenda (sekarang menjadi Tuan Benny Wenda karena sudah menjadi warga negara Inggris) itu datang bersama pembuat film dari Inggris Dominic Brown. Tuan Benny Wenda mengundang pengungsi serta kelompok-kelompok perjuangan yang berada di pengungsian untuk mendengarkan pidatonya tentang agenda-agenda perjuangan kemerdekaan bangsa Papua dan menyampaikan pesan-pesan perlawanan. http://tuantanahpapuanews.blogspot.com/2013/03/benny-wenda-ketemu-pengungsi-west-papua.html
Tuan Benny tampaknya lebih senang membiarkan warga Papua hidup menderita di tempat pengungsian, sementara dirinya bisa hidup enak di komplek perumahan elit di Princes Street, Oxford OX4 1DD dan menikmati semua kemewahan di kota Oxford. http://luar-negeri.kompasiana.com/2013/04/18/mimpi-seorang-pemuda-papua-membeli-rumah-di-kawasan-elit-london--552294.html
Kanis WK, Mindiptana-Merauke
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H