Timor Timur merupakan daerah yang pernah menjadi bagian dari NKRI. Membicarakan Timor Timur perlu kiranya dilihat dari dua sudut pandang dari perspektif searah orang Indonesia dan persepektif orang Timor Timur. Peristiwa integrasi Timor Timur maupun disintegrasinya memakan korban puluhan ribu nyawa dari pihak Timor Timur yang Pro-kemerdekaan dan dari TNI yang berupaya meredakan kerusuhan pada saat terjadinya Integrasi maupun Disintegrasi. Dalam tulisan ini akan sedikit dibahas mengenai Timor Timur pada saat bergabung dengan NKRI atau berintegrasi dengan NKRI dan Timor Timur saat menjadi negara merdeka yang dilakukan dengan jajak pendapat pada masa pemerintahan Baharudin Jusuf Habibie menjadi presiden setelah tumbangnya Orde Baru.
Timor Timur dalam Integrasi
Masuknya Timor Timur ke wilayah RI pada tahun 1976, dilatarbelakangi oleh adanya perubahan politik di Portugal (penjajah Timor Timur) di Portugal telah terjadi kudeta militer pada tanggal 25 April 1974 yang dipimpin oleh Jendral De Spinola atas Dr. Antonio de Oliveire Salazar. Kudeta ini tidak hanya membawa perubahan di negeri Portugal tetapi juga membuka sejarah politik baru didaerah koloninya, termasuk wilayahTimor Timur. Semua koloni Portugal diberi kebebasan untuk berdiri dan berkembang. Rakyat mendapat kesempatan berpolitik.
Dalam rangka melaksanakan kebijakan mengenai masalah dekolonisasi daerah daerah jajahannya, menteri seberang lautan Portugal Dr. Antonio de Almeida Santos pada pembicaraan dengan Indonesia tentang kebijakan Portugal sepanjang menyangkut Timor Timur. Sebagai tanggapan diperbolehkannya berpolitik maka muncul tiga partai politik yakni UDT (Uniao Democratica Timorense) yang menginginkan tetap dibawah bendera Portugal . Partai yang kedua adalah Fretilin menginginkan Timor Timur merdeka penuh tanpa bergabung dengan Indonesia dan Portugal. Partai ke tiga yakni Apodeti yang menginginkan mengintegrasikan Timor Timur dengan RI. Apodeti berhasil menguasai kondisi dan mengumumkan Proklamasi yang isinya penggabungan kepada Indonesia pada tanggal 29 November 1975. Penandatanganan Proklamasi di lakukan di Balibo sehingga dinamakan Proklamasi Balibo.
Bagi rakyat yang kontra dengan keputusan ini masuknya tentara pada tanggal 7 Desember 1975 disebut dengan penyerbuan penuh kepada Timor Timur. Mereka menginginkan Indonesia pergi. Tentara Indonesia pertama mendarat di Dili. Bagi yang kontra terhadap Integrasi Timor Timur ke Indonesia, tentara Indonesia membunuh setiap orang yang mereke temui. Sekitar 200 orang kehilangan nyawa ditangan orang Indonesia yang berkeliaran di Deli.
Dalam sejarah Timor Timur, tentara Indonesia melakukan bnyak kerusakan disana sini. Ada banyak mayat di jalan jalan yang bisa dilihat, tentara menjarah rumah rumah dan gereja, mengangut sejumlah mobil, sepeda motormebel dan bahkan jendela ke dalam kapal kapal yang menuju Indonesia. Tentara Indonesia bergabung dengan Fretelin merayakan Integrasi Timor Timur ke NKRI.
Dalam perspektif militer Indonesia invasi ini bukan karya hebat. Selain kapal perang Indonesia menembai pasukan mereka sendiri, TNI menerjunkan pasukan payung eitnyadi atas pasukan felintil yang sedang mundur dari Dili dan menerjunkan lainnya ke laut sehingga para tentara tenggelam karena beratnya peralatan mereka. TNI juga menderita kerugian besar ditangan Falintil, lebih dari 450 tentara Indoensia gugur dalam waktu beberapa minggu invasi di Dili. Pada bulan pertama 1976 , sebanyak 2.000 tentara Indonesia terbunuh.
Terjadi banyak perlawanan atas Integrasi Timor Timur ke Indonesia. Pada tahap awal Fretilin memiliki sejumlah kelebihan atas militer Indonesia. Selama berbulan bulan Fretilin telah menyiapkan diri menghadapi invasi , dengan membentuk basis basis di pedalaman untu dijadikan tempat pengungsian banyak penduduk ketika atau sebelum Indonesia datang pada tanggal 7 Desember 1975. TNI menghadapi kesulitan dalam upaya menguasai wilayah yang luas. Pada bulan Agustus 1976 Pemerintah Indonesia dapat menguasai kota kota besar.
Filintil mempunyai kekuatan sekitar dua puluh ribu mantan tentara yang telah dilatih oleh tentara kolonial. Falintil juga banyak senjata tinggalan oleh Portugis dan memiliki pengetahuan yang rinci mengenai topografi Timor Timur. Pada 1979 kondisi Filintil mulai terdesak dan 90 persen kehilangan senjata dan 80 persen kehilangan pasukannya. Pada 1980 Fretilin kembali bangkit dibawah pimpinan Xanana Gusmao. kesatuanFalintil mulai menyerang maras TNI. Pada 1981 TNI mengadakan operasi “pagar betis”. Banyak orang falintil yang mati dalam operasi ini. Operasi pagar betis berdampak parah pada produksi pertanian sehingga menimbulkan kelaparan.dari catatan sejarah Timor Leste, TNI membunuh seitar 500 penduduk sipil kebanyakan perempuan dan anak anak.
Dari kejadian yang menelan banyak korbanjiwa, rakyat Timor Timur mengeklaim ebohongan integrasi dengan Indonesia. Rakyat Timor Timur merasa Indonesia telah melakukan “pencaplokan” terhadapa daerah bekasa jajahan Portugal tersebut. Rakyat Timor Timur menuntut kemerdekaan yang penuh, tidak berintegrasi dengan Indonesia maupun iut dengan Portugal. Demonstrasi di Santa Crus terjadi pada 1975 menuntut pro-kemerdekaan . sekitar 250 orang ditembak oleh TNI karena mereka dirasa menjadai pengacau keamanan. Tetapi hal ini diselidiki oleh KOmisi Hak Asasi Manusia PBB, bahwa para demonstran tidak membawa senjata apapun saat menyampaikan aspirasinya. Sehingga tindakan TNI pada peristiwa Santa Cruz dikecam dunia Internasional.
Terlepasa dari setuasi di Timor Timur pada 1975-1999. Indonesia banyak memberikan perhatian yang cukap besar terhadap sekitar 4.000 anak tentang masa depan mereka dibidang pendidikan. Anak anak yang masih membutuhkan asuhan orang tua dikirim ke Indonesia. Sebagian anak dibawa berdasarkan keinginan mereka, sedangkan lainnya diselamatkan dari kematian, sebagian orang tua dipaksa dan ditipu oleh orang yang membawa mereka.Peristiwa di Timor Timur mengungkapkan kerumitan antar kedua belah pihak. Hubungan yang lebih bersifat kolonialis.