Lihat ke Halaman Asli

Kania Sabina Dwiyanti

Universitas Jember

International Trade Policy: Sisi Gelap Impor Daging Sapi

Diperbarui: 28 Maret 2023   01:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Kegiatan perdagangan internasional tidak terlepas dari ekspor dan impor. Seperti yang kita ketahui impor adalah kegiatan yang dilakukan untuk mendatangkan barang atau jasa dari luar negeri ke dalam negeri. Sedangkan ekspor adalah kegiatan untuk menjual barang atau jasa dari dalam negeri ke luar negeri.

Kegiatan ekspor dan impor berkaitan dengan kebijakan internasional. Hal tersebut berguna untuk mengatur kegiatan perdagangan antar negara. Begitu pula kegiatan impor yang terus berlangsung untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, tak terkecuali saat ramadhan. Ketika kebutuhan dalam negeri mengenai suatu komoditas meningkat atau bahkan dari dalam negeri sendiri tidak mampu untuk memproduksi barang tersebut secara maksimal, pada umumnya pemerintah akan melakukan impor.

Ramadhan adalah bulan yang sangat dinantikan umat islam. Pada bulan ramadhan umat islam akan berpuasa selama kurang lebih 30 hari setiap harinya. Biasanya pada bulan puasa tersebut kebutuhan konsumsi pangan akan meningkat. Meningkatnya konsumsi pangan secara tidak langsung akan mempengaruhi jumlah permintaan dan penawaran pangan terutama pada komoditas daging sapi.

Komoditas daging sapi kerap kali menjadi bahan pangan yang paling dicari oleh masyarakat muslim Indonesia saat ramadhan. Terkadang dikarenakan tingginya permintaan terhadap konsumsi pangan ramadhan tersebut, pemerintah juga memerlukan stok pangan dari luar negeri. Sehingga impor pun tak dapat terhindarkan. Kegiatan impor tersebut dilakukan agar tidak terjadi permainan harga yang tidak wajar di pasaran. Harapannya ketika impor dilaksanakan maka kelangkaan yang mungkin terjadi di masa depan dapat ditekan. Jadi, impor selain untuk memenuhi permintaan domestik juga berguna untuk mengatur inflasi negara.

Dalam melakukan impor juga terdapat tahapan-tahapan yang harus dilalui. Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan No. 46 tahun 2013, pemerintah akan melakukan impor apabila harga referensi daging sapi melebihi Rp 76.000. Begitu pula sebaliknya jika harga daging sapi berada dibawah harga referensi maka impor akan ditunda. Namun kenyataannya dari tahun ke tahun harga daging sapi semakin melonjak. Bahkan pada tahun 2015 hingga sekarang harga daging sapi tembus lebih dari Rp 100.000 dan tidak pernah kembali turun mendekati harga referensi. Harga referensi tersebut didasarkan pada kurs tahun 2013 yang masih berkisar Rp 10.000.

Kegiatan impor daging sapi telah terjadi sejak 30 tahun yang lalu. Adapun negara yang menjadi pemasok impor daging sapi terbesar Indonesia ialah Australia. Pada tahun 2021 Australia mulai membatasi kuota ekspornya. Hal tersebut membuat Indonesia mulai beralih untuk mengimpor daging sapi dari Brazil dan daging kerbau dari India untuk menyiasati kelangkaan. Namun siapa sangka ternyata impor daging sapi yang dilakukan oleh pemerintah hingga saat ini memiliki hal-hal yang tidak terduga. Berikut beberapa sisi gelap pelaksanaan impor daging sapi sebagai akibat dari melonjaknya permintaan saat Ramadhan:

Penentuan Kuota Impor yang Tertutup dan Campur Tangan Penguasa

Kuota impor merupakan salah satu kebijakan internasional yang paling penting untuk tetap mengendalikan stok komoditas dalam negeri. Hal tersebut berguna agar komoditas dalam negeri tidak tergerus oleh komoditas impor. Namun dalam pelaksanaannya penentuan kuota impor daging sapi itu sendiri tidak terlalu melibatkan para peternak namun hanya dibuat oleh para penguasa saja.

Sistem impor daging sapi yang diterapkan di Indonesia menggunakan sistem tender. Sistem tersebut merupakan bentuk dari pengadaan impor secara terbuka. Sehingga pengadaan komoditas daging sapi impor dapat melalui campur tangan perusahaan dengan pihak terkait. Akibatnya tidak jarang terdapat kolaborasi antara pihak tender dengan para elit tersebut untuk menaikkan jumlah kuota impor.

Keinginan untuk memaksimalkan bisnis dari tender yang dipadukan dengan kewenangan dan kekuasaan dari elit politik juga melahirkan praktik suap menyuap dan korupsi. Alhasil muncullah kasus suap penambahan kuota daging sapi impor oleh salah satu anggota DPR pada tahun 2013 sebagai akibat dari penentuan kuota impor yang dilakukan secara tertutup. Pada dasarnya segala kebijakan dilakukan untuk rakyat. Oleh karena itu, pemerintah seharusnya tidak lupa untuk melibatkan para peternak dalam penentuan kuota impor terutama pada masa-masa menjelang bulan Ramadhan yang rawan peningkatan permintaan. Selain itu dengan cara tersebut, penentuan kuota impor tidak akan dipandang untuk melancarkan kepentingan elit politik saja.

Impor Menciptakan Persaingan dan Tidak Mampu Menekan Inflasi

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline