Lihat ke Halaman Asli

kania ditarora

Tenaga Pengajar di madrasah swasta

Karena Papa Aku Terhina

Diperbarui: 3 Juli 2024   20:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi:nitiranto ranto.pinterest

Karena Papa Aku Terhina (Part 2)

Perceraian jadi titik awal perjuanganku. Beruntung hak asuh Vika sepenuhnya kuperoleh. Aku menyibukkan diri dengan menjahit. Keterampilan ini sedikit tidak mampu mencukupi kebutuhan hidupku. Hobiku yang sempat terhenti ketika menikah, aku hidupkan kembali. Mendesain asesoris maupun menanam varian bunga di sela-sela sepinya orderan jahit jadi sumber pemasukan kedua bagiku.

Hasil jerih payahku mulai membuahkan hasil. Berbekal perhiasan pemberian Mas Arya dulu  dan tabungan, aku punya uang cukup merenovasi kios depan rumah. Kuutarakan maksud baikku pada papa dan mama.

"Papa dan mama dukung keinginanmu nduk, tapi alangkah baiknya minta pertimbangan abang dan mbak-mbakmu dulu. Siapa tahu mereka bersedia membantumu." Ujar papa memberi masukan.
"Baik Pa," jawabku asal. Sebab tidak yakin mereka mau mendukungku, apalagi mbak Lastri beberapa tahun terakhir menjadi sosok paling berpengaruh pada keluarga kami. Cukup ia tidak setuju, maka yang lain ikut membeo. Sekalipun abang Budi, suaminya, setuju dengan rencanaku tak akan ada artinya jika Mbak Lastri menolak.

Dugaanku ternyata benar. Ia menentang keras rencanaku. "Kamu tak perlu merenovasi kios. Uangmu kamu pakai saja untuk merawat mama. Abang Budimu, yang akan buat ruko di sana. Ini rencana kami dari dulu."  Beber Mbak Lasrti dengan wajah kurang senang.
"Tapi, papa mama udah setuju Mbak,"jawabku memberanikan diri.
"Gak ada tapi-tapian Rah, asal kamu tahu selama ini papa mama aku yang tanggung kebutuhannya. Coba tanya papa mama." Kilah Mbak Lastri. Sekilas kupandangi papa mama mengangguk pelan.
"Ini juga demi kebaikan papa mama lo Mbak.  Papa mama gak terlalu bergantung lagi sama mbak. Kalau kios sudah direnovasi, aku bisa bantu papa menambah barang-barang di etalase. Di sebelahnya kujadikan butik kecil, tempat memajang busana kreasiku. Kujelaskan rencanaku.

"Apa kamu bilang Rah?" suara Mbak Lastri meninggi. "kamu tau tidak, rumah ini, dulu  aku juga yang direnovasi. Belum lagi rumah nenekmu yang kayak kandang sapi itu, kucek pribadiku yang harus keluar banyak." Mbak Lastri emosional.
"Cukup Mbak Las, lihat papa mama, dia menghina keluarga kita, mengapa kalian diam?"Aku berteriak, melawan tatapan tajam mbas Las. Melihat pertengkaranku dengan mbak Lastri, mama pingsan. Aku buru-buru menghambur ikut membopong mama membantu abang Budi, yang dari tadi hanya bilang "sudah-sudah". Kutepis tangan mbak Lastri yang coba ikut memegang mama. Pertengkaran kami menjadi penyebab sakit mama kian memburuk.

Bersambung.......




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline