Lihat ke Halaman Asli

kania ditarora

Tenaga Pengajar di madrasah swasta

Risalah di Ujung Juli

Diperbarui: 30 Juli 2023   10:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi:KARY HERNANDES.Pinterest

Juli kian purna
sebentar lagi ambyar
puing-puing elegi terserak
Menyisakan puisi
bergumam redam
Pucat pasi
nyalang menatap malang
Ngeri negeri
Ibu pertiwi meringis jelang pesta
menatap anaknya mulai pandai bersilat lidah
Hingga ludah dimakan modus
tulusnya disembunyikan di sela-sela peci

Sabang hingga Merauke
Miangas, pula pulau rote
Wong cilik bingung tersebab dirundung
Tak tahu memilih siapa untuk siapa
Sebab terlalu banyak bijaksana
terbuang sia-sia

Apes...
Banyak yang tak peduli
Memilih makan hoaks
Daripada menanak pena
Dari tungku-tungku kebenaran
Dihidangkan dengan hikmah kebijaksanaan
Bukan mencari-cari pembenaran

Sila..
Bertafakur jenak tiga tahun lalu
akhir Juli mendung bergelayut kabung
Pandemi sedang di puncak ganas
Pun kita kehilangan hujan bulan Juni-nya Sapardi Djoko Damono
Di penghujung Juli juga kita kehilangan nama dan maknanya Ajip Rosidi

Keduanya memang telah berabadi
Menanti, berjumpa Tuhan
Namun penanya mengajarkan kita tentang bagaimana
menggores lestari
pada suhuf literasi
Juga tentang cara merangkai bunga
kehidupan kita dan negeri ini agar harum mewangi

Sapardi pernah berkata
"Yang fana adalah waktu. Kita abadi memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga sampai pada suatu hari kita lupa untuk apa. Tapi, yang fana adalah waktu, bukan? tanyamu. Kita abadi"

Lombok Tengah, 300723

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline