Lihat ke Halaman Asli

Pembukaan Bioskop di Tengah Pandemi

Diperbarui: 22 November 2020   16:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dalam konferensi pers yang disampaikan pada Rabu 26 Agustus 2020, berencana membuka kembali bioskop di tengah pandemik COVID-19.

Rasio positif di Jakarta dalam dua pekan terakhir juga lebih dari 10 persen. Artinya, terdapat sepuluh orang positif dari setiap seratus orang yang diuji usap. Situasi ini lebih buruk ketimbang bulan lalu, ketika rasio positif di Jakarta sempat berada di ambang batas aman versi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yaitu 5 persen.


Karena itu, sulit memahami alasan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengizinkan bioskop segera dibuka lagi. Memang, sejak ditutup pada Maret lalu, ribuan karyawan sinema sudah dirumahkan. Terdapat 343 teater dengan 1.756 layar di Indonesia---lebih dari 50 persennya berada di Jakarta dan sekitarnya. Tutupnya bioskop-bioskop itu menyebabkan industri perfilman ikut mati suri. Pusat belanja juga sepi pengunjung. Tapi, seharusnya alasan ekonomi tak dijadikan pembenar untuk mengabaikan pertimbangan kesehatan dan keselamatan publik.


Gubernur Anies beralasan pembukaan bioskop dimungkinkan selama protokol kesehatan dipatuhi. Selain jumlah penonton yang masuk ke sinema dibatasi, posisi duduk para penikmat film bisa diatur, seperti layaknya penumpang pesawat terbang. Hal itu merupakan alasan yang mudah dipatahkan karena membuka bioskop sama saja dengan mengundang pusat keramaian baru. Risiko penularan virus corona bisa melonjak ketika titik-titik berkumpulnya warga kembali dibuka.


Rencana pembukaan bioskop di tengah pandemi COVID-19 yang belum usai sesungguhnya tak hanya menuai perdebatan di Indonesia saja. Hal serupa juga terjadi di banyak negara.


Dr. Robert Lahita, profesor kedokteran di New York Medical College mengatakan bahwa dalam skala risiko relatif, bioskop dianggap kurang esensial dan memiliki risiko tinggi. Hal ini karena tempat tersebut diisi banyak orang dan memiliki satu sistem ventilasi.


Lahita juga menambahkan kehawatirannya adalah keengganan para pengunjung untuk menggunakan masker.


Pendapat kontra lain datang dari Dr. Anne W. Rimoin, profesor epidemiologi dan kepala Center For Global And Immigrant Health di University Of California, Los Angeles. Dia menilai, tidak ada skenario yang menunjukkan bahwa pergi ke bioskop merupakan ide yang bagus di tengah pandemi COVID-19.


Akan tetapi pernyataan Ketua Tim Pakar Satuan Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito untuk mendukung pembukaan bioskop bahkan lebih absurd. Menurut dia, membiarkan warga beramai-ramai menonton sinema bisa meningkatkan imunitas. Penjelasan semacam ini lebih terdengar seperti keputusasaan pemerintah dalam mengendalikan penularan COVID-19. Seolah-olah Satgas sudah kehabisan akal untuk menekan laju pandemi ini di Indonesia.


Seperti yang dikatakan para ahli banyak beranggapan pembukaan bioskop ini tidak dianjurkan karena dengan pembukaan tempat-tempat umum seperti ini tentu akan beresiko meningkatnya penyebaran virus COVID-19 ditambah lagi masih banyak masyarakat yang kurang sadar atau menyepelekan protokol kesehatan.


Ada baiknya pemerintah mengeluarkan anggaran untuk membantu Dinas Kesehatan dan bertindak lebih tegas bagi yang menyepelekan protokol kesehatan guna cepat memutus rantai penyebaran virus COVID-19 ini dari pada membuka bioskop.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline