Walaupun wacana ini telah lama berselang, namun saya mencoba mengangkat diskusi mengenai positioning Pancasila sebagai bagian besar dari Republik tercinta ini, diskusi ringan ini mungkin hanya sekedar utak atik gatuk saja, dan melogikan dari sudut pandang dan rangkuman obrolan ringan dengan beberapa orang.
bermula dari melihat video HRS salah satu ulama yang konsern terhadap politik Indonesia sejak era reformasi, terdapat hal menarik dari pembahasan yang disampaikan oleh beliau.
Sebagai seorang Imam Besar salah satu Ormas, ia mengangkat wacana mengenai NKRI bersyariah dimana Syariat Islam dapat menjadi pelindung NKRI dan Pancasila dari serbuan ideologi luar seperti Komunis yang berselingkuh dengan paham kapitalis liberalis.
Selain itu beliau juga menyatakan bahwa Pancasila bukanlah pilar negara namun dasar negara.
Hal menarik buat saya adalah ketika HRS dan organisasi yang dipimpinnya berbicara soal wacana Pancasila tersebut, dibandingkan dengan wacana-wacana sebelumnya yang lebih provokatif dan selalu membangun wacana-wacana intoleran di tengah masyarakat.
Ada level baru dari diskusi yang di sampaikan oleh HRS pada videonya tersebut.
Pada sidang BPUPKI Bapak Radjiman Wedyodiningrat sebagai ketua BPUPKI menanyakan kepada anggota rapat mengenai dasar alasan mengapa Indonesia berdiri atau lebih kerennya apa sih "Philosophische Grondslag" dari negara baru yang mau terbentuk ini?
Sehingga para peserta rapat pun mulai berdiskusi dan membagikan wacana mereka. berdasarkan tulisan M Yamin sebagai satu-satunya orang dan yang terakhir kali memegang notulensi rapat BPUPKI, terdapat tiga orang yang berpidato mengenai dasar negara Indonesia, yaitu Supomo, M Yami dan Sukarno sendiri.
Namun beberapa kalangan orang-orang tua mengungkapkan hanya Bung Karno saja yang berpidato mengenai dasar negara Indonesia itu yaitu Pancasila. pada sidang BPUPKI tersebut, Bung Karno berbicara mengenai Pancasila yang selama ini menjadi bagian hidup rakyat Nusantara.
Terdapat lima sila didalamnya yaitu Kebangsaan, Kemanusiaan, Demokrasi, Keadilan Sosial dan Ketuhanan. kemudian dalam pidatonya, Bung Karno pun mempermudah atau bisa dibilang mengkompres kelima sila tersebut, menjadi tiga sila yang terdiri dari Sosio Nasionalisme, Sosio Demokrasi, dan Ketuhanan yang berkebudayaan.
Baca juga : Pancasila sebagai Sistem Filsafat dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara di Lingkungan Kampus