Lihat ke Halaman Asli

Fithri dan Fithrah; Titik Kesamaan

Diperbarui: 26 Juni 2015   02:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Masih seputar pemaknaan kata 'Iedul Fithri yang dikaitkan dengan Fithrah yang dimaknai "kesucian," rasanya ingin mencoba membuat pemaparan makna asal dari dua istilah tersebut. Yang jadi bidikan utama adalah kata Fithri dan Fithrah. Soal makna 'Ied nanti menyusul, setelah kita memahami kedua istilah ini. Fithri dan Fithrah bersumber dari susunan huruf yang sama. Dalam Bahasa Arab, sejumlah lafadz bisa digali melalui 3 huruf dasar. Di sini, Fithri dan Fithrah bermuara kepada 3 huruf yang sama Fa-Tha-Ra. Dalam al-Quran digunakan lafadz Fathiru assamawati wal ardh dan Fithratalloh allati fathoro an-naas 'alaiha. Penggalian makna lafadz ini bisa merujuk pada kisah seorang sahabat Nabi Saw yang dikenal sebagai Turjuman al-Quran, Ibnu Abbas. Beliau, yang lebih masyhur sebagai salah seorang ahli tafsir di kalangan para sahabat, pernah menyatakan tidak tahu makna lafadz Fathiru assamawati wal ardh. Dalam bahasa Indonesia, kalimat itu diterjemahkan dengan "Yang menciptakan langit dan bumi". Dalam riwayat Sufyan as-Tsauri, sebagaimana dikutip oleh Ibnu Katsir, Ibnu Abbas baru mengetahui maksud lafadz itu setelah ia mendengar perbincangan dua orang Arab yang berasal dari pegunungan (Badui). Dari sini kita ketahui, bahwa lafadz itu digunakan oleh masyarakat pegunungan. Tidak biasa digunakan secara umum di lingkungan para sahabat sendiri yang waktu itu ada di Madinah. Dari perbincangan itu, Ibnu Abbas menangkap isyarat makna bahwa maksud lafadz "Fathoro" itu adalah "awal mula; memulai". Ketika terjadi adu mulut antara dua orang dari pegunungan itu dalam memperebutkan satu sumur, salah seorangnya mengecam, "Ana Fathortuha", akulah yang "mula-mula" menggali sumur ini. Kita petik dulu ulasan ini ke pembahasan inti. Jadi, makna dasar kalimat Fithri dan Fithrah itu adalah awal mula, permulaan, kondisi awal. Kemudian kita terapkan pada kalimat Fithri dan Fithrah sebagaimana tercantum dalam judul di atas. Hasilnya adalah sebagai berikut.

  • Fithri (yang dikait dengan 'Iedul Fithri) artinya; Kondisi awal manusia (mukmin) sebelum Ramadhan, tidak ada kewajiban yang mengikat secara khusus untuk melakukan shaum. Karena itulah, fithri di sini sering diartikan "berbuka". Yang dimaksud adalah "kembali tidak berpuasa" karena pada "awal"-nya tidak wajib berpuasa. Sementara arti 'Ied adalah Hari Raya. Jadi 'Iedul Fithri adalah Hari Raya kembalinya seseorang pada keadaan semula, tidak berpuasa. [caption id="attachment_130374" align="alignright" width="300" caption=""][/caption]
  • Fithrah (yang dikait dengan kondisi kemanusiaan; manusia dalam keadaan fithrah) artinya; Kondisi awal manusia ketika diciptakan. Keadaan ini diisyaratkan dalam QS al-A'raf [7]: 172, bahwa keadaan awal manusia saat mereka diciptakan adalah "mengakui ketuhanan Allah Ta'ala dari sisi Rububiyyah [Allah sebagai Rab]". Karena itulah, para ahli tafsir mengartikan fitrah sebagai Islam. Dari sini dapat dipahami bahwa "kesucian" yang sering digunakan sebagai arti dan makna fithrah termasuk bagian dari tafsir; bukan arti sebenarnya.

Selain itu, kalimat "Yang menciptakan langit dan bumi" sebagai terjemah QS Fathir [35]: 1, maksudnya adalah Allah Ta'ala yang awal mula menciptakan langit dan bumi, tidak ada yang lain selain Dzat-Nya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline