Mumpung masih dalam suasana Hari Pendidikan Nasional, saya teringat pada sebuah peristiwa yang terjadi di Tasikmalaya Jawa Barat beberapa bulan yang lalu. Sebuah berita yang sangat memprihatinkan. Berita tentang pembunuhan seorang siswi smp oleh ayah kandungnya sendiri.
Pembunuhan itu terjadi gara2 uang Rp.100.000 Peristiwa ini bermula ketika sekolah tempat anak itu belajar, merencanakan karyawisata dengan biaya yang harus ditanggung tiap anak sebesar Rp. 400.000. Sang ayah yang hanya pekerja rendahan hanya mampu menyediakan Rp. 300.000. Karena si anak terus merengek, meminta kekurangan Rp. 100.000 sang ayah merasa kesal dan mencekiknya hingga tewas.
Saya jadi teringat sekitar 10 tahun yang lalu ketika anak pertama saya sekolah di sebuah SMA Negeri di Bandung. Sekolah merencanakan karyawisata ke Jogjakarta. Salah satu teman sekelasnya kesulitan untuk membayar biaya karyawisata karena ekonomi keluarga yang tidak memungkinkan.
Anak saya dengan beberapa temannya mengambil inisiatif untuk membantu dengan cara mereka. Setiap malam minggu ngamen di Jalan Dago. Tidak sampai satu bulan mereka berhasil mengumpulkan dana yang cukup untuk membayarkan biaya karyawisata temannya itu. Ini bisa terjadi karena sekolah berhasil membangun empati dari murid-muridnya.
Sudah umum di hampir setiap sekolah setiap tahun, menyelenggarakan acara karyawisata. Bagi siswa SMP dan SMA setidaknya sekali selama bersekolah akan berkesempatan mengikuti karyawisata. Di beberapa sekolah malah ada yang sampai dua kali.
Terlepas dari manfaat bagi murid, bagi sebagian orang tua, kegiatan karyawisata merupakan beban tambahan yang cukup berat. Selain biaya yang harus disetor ke sekolah, orang tua juga harus menyiapkan uang saku.
Setiap sekolah memang umumnya tidak mewajibkan semua muridnya harus ikut. Bagi yang berhalangan termasuk yang tidak mampu membayar biayanya, diperbolehkan tidak ikut tanpa ada sanksi apapun.
Namun, bagi murid yang tidak bisa ikut karena faktor biaya, akan menjadi beban tersendiri. Rasa malu dan minder adalah sedikit dari berbagai beban psikologis yang dialami.
Selain karyawisata, kegiatan "renang" dalam mata pelajaran olah raga juga merupakan beban tambahan bagi orang tua. Meski biayanya tidak seberapa, tapi karena berlangsung secara rutin seminggu sekali, tetap menjadi beban yang cukup berat bagi sebagian orang tua.
Saya tidak ingin mengatakan tidak setuju dengan kegiatan karyawisata, karena bagaimanapun kegiatan itu ada manfaatnya bagi murid. Demikian juga dengan renang, selain bermanfaat untuk kesehatan dan kebugaran murid, juga merupakan salah satu item dari model pembelajaran untuk kurikulum mata pelajaran olahraga.
Sekolah sebagai salah satu garda terdepan dari pendidikan nasional harus memahami kondisi luar dalam dari seluruh muridnya. Aktifitas BK (bimbingan dan konseling) tidak boleh hanya menjadi "polisi" kenakalan murid. Tetapi harus menjadi jembatan yang harmonis antara orangtua - murid dan orang tua - sekolah. Dengan begitu, akan terbangun relasi yang harmonis antara murid - nurid, murid - sekolah, murid - orang tua dan orang tua - sekolah.