Tahun 1995 kami sekeluarga, saya dan istri serta anak kami (waktu itu baru 1), pindah dari Jakarta ke Surabaya.
Suatu hari di awal-awal kami tinggal di Surabaya, kami janjian dengan seorang teman yang mau nraktir makan malam. Kami diajak makan "batagor" karena dia tahu kami yang orang Bandung pasti kangen dengan makanan khas Bandung, seperti batagor ini. Tempatnya terkenal, kata teman saya. Kita harus cukup bersabar mendapat giliran dilayani karena banyaknya pembeli, teman saya menambahkan.
Malam setelah magrib berangkatlah kami ke tempat yang direncanakan. Tempatnya sederhana di trotoar di seberang sebuah rumah sakit swasta terkenal, hanya berupa gerobak makanan (orang Surabaya menyebutnya rombong, orang bandung menyebutnya roda). Benar seperti kata teman saya, pembelinya cukup banyak sehingga lumayan juga menunggu untuk dilayani. Meja dan bangku panjang yang ada tidak cukup menampung yang datang.
Ketika tiba giliran kami, batagor siap disajikan, saya kaget karena bukan batagor seperti yang biasa kami nikmati di Bandung, meski di gerobaknya tertulis "Batagor Asli Bandung".
Makanan di piring saya lihat isinya tahu yang terbungkus tepung, kentang, gulungan kubis dan telor rebus. Semuanya digoreng, kemudian dilaburi bumbu kacang yang rasanya lebih mirip bumbu rendang. Sebagai orang Bandung, lidah saya sudah begitu familier dengan rasa yang seharusnya. Saya hanya bisa ketawa dalam hati, karena takut mengecewakan teman yang sudah berbaik hati nraktir makan malam yang unik ini.
"Batagor" yang disajikan tadi sejatinya adalah "baso tahu" (di jakarta dikenal dengan "siomay bandung"). Baso tahu itulah yang kemudian digoreng menjadi "batagor". Sebenarnya tidak salah, karena awalnya batagor itu merupakan varian dari baso tahu. Batagor adalah akronim dari "baso tahu goreng" tapi bukan "baso tahu digoreng".
Ya bukan baso tahu digoreng, karena karakteristik batagor berbeda dengan baso tahu.
Baso tahu adakah makanan dengan bahan utamanya tahu yang terbungkus tepung tapioka, umumnya dengan tambahan kentang, gulungan kubis dan telor serta pare. Dibuat dengan cara direbus, kemudian dihangatkan dengan cara dikukus.
Sedangkan batagor, meski awalnya berakar dari baso tahu, kemudian berkembang dengan karakteristik tersendiri yang berbeda dengan baso tahu baik dari sisi jenis item di dalamnya maupun rasa. Pada batagor tidak ada kentang, kubis, pare seperti pada baso tahu. Item-item pada batagor tidak melalui proses perebusan tapi langsung digoreng.
Batagor yang mulai muncul sekitar awal dekade 80, kini sudah berkembang sedemikian rupa meluas ke seluruh penjuru Nusantara.
Batagor bukan termasuk makanan tradisional peninggalan "karuhun" urang Bandung, tapi hasil kreativitas pencinta kuliner di Bandung khususnya, yang terus melahirkan jenis-jenis dan varian makanan baru.
Itulah sekilas tentang batagor Semoga jadi obat kangen bagi para pencinra kuliner khas Bandung.