Lihat ke Halaman Asli

Uwes Fatoni

Peneliti kajian komunikasi, media, jurnalistik dan Islam Indonesia

Dakwah di Amerika Serikat

Diperbarui: 24 Juni 2015   00:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13955643041262093740

[caption id="attachment_328004" align="aligncenter" width="640" caption="Masjid Al-Hikmah Milik Komunitas Islam Indonesia di Queens New York"][/caption]

Republika (8/3) memberitakan pencekalan dan penahanan Ustaz Felix Siauw oleh otoritas bandara Internasional Houston, AS, pada 5 Maret 2014. Ustaz keturunan Tionghoa ini dikabarkan dipenjara selama 26 jam sehingga ia membatalkan agenda dakwahnya di 11 negara bagian di AS.


Berita pencekalan Ustaz Felix Siauw ini ramai menjadi topik pembicaraan jamaah masjid Al-Hikmah, New York. Pasalnya, Kota New York akan menjadi kota terakhir rihlah dakwah ustaz muda tersebut di Negeri Paman Sam. Kebetulan ketika dalam proses penahanan, Ustaz Felix Siauw sempat menyampaikan kabar penahanannya tersebut sekaligus memohon doa kepada Ustaz Shamsi Ali, tokoh Islam terkenal New York asal Indonesia. Saya yang sedang meneliti Islam di Amerika dan dakwah Imam Shamsi Ali mengikuti perkembangan penahanan Ustaz Felix Siauw ini dari beliau.


Bagi umat Islam di Amerika, proses pemeriksaan (screening) di Bandara Internasional Amerika memang sering menjadi momok yang menakutkan. Bagi mereka yang memiliki nama Islam, terutama nama yang sama dengan tersangka teroris, akan masuk dalam daftar merah Departement of Home Land (DHL List) Amerika. Ketika ia masuk bandara, namanya otomatis ditandai silang dan langsung ditahan untuk diwawancarai oleh bagian imigrasi bandara. Ketika datang kabar Ustaz Felix Siauw ditahan, jamaah masjid Al-Hikmah menduga bahwa ia ditahan karena masuk dalam daftar tersebut. Namun, ketika diketahui pencekalan terjadi karena pelanggaran visa, akhirnya rumor tersebut hilang.


Ustaz Felix Siauw tahun lalu sebenarnya sudah pernah mengadakan dakwah keliling di Amerika dan tidak ada masalah. Ketika kemarin ia kembali diundang oleh ICMI untuk berceramah di 11 negara bagian dengan biaya ditanggung oleh panitia, visa yang digunakannya adalah visa B1/B2, yaitu visa untuk tujuan berkunjung (visitor). Di Amerika masalah visa sangat sensitif.


Ustaz Felix Siauw ditanya apakah medapat honor dari kegiatan-kegiatan dakwahnya, ia menjawab iya. Akibat salah menggunakan visa tersebut, ia kemudian ditahan untuk proses pemeriksaan lebih lanjut, bukan dipenjara sebagaimana berita Republika. Setelah pemeriksaan, ia diputuskan tidak boleh masuk Amerika. Dalam beberapa kasus yang lain, penolakan masuk ke Amerika ini biasanya tanpa ada penjelasan sama sekali dari pihak imigrasi bandara.


Tentu saja, peristiwa penolakan Ustaz Felix Siauw ini sangat disayangkan oleh umat Islam di Amerika, khususnya dari Indonesia. Kehadiran ustaz dari Tanah Air akan semakin menyemarakkan kegiatan dakwah di Negeri Paman Sam yang saat ini sedang menggeliat.


Lahan Subur
Pascaperistiwa terorisme 9/11, Islam di Amerika menghadapi tantangan yang sangat berat. Umat Islam setelah peristiwa itu digambarkan oleh media sebagai orang-orang yang menganut paham kekerasan dan terorisme sehingga dianggap berbahaya bagi keselamatan negeri Barack Obama ini. Namun seiring waktu, Islam justru semakin berkembang dan menemukan lahan suburnya di Amerika. Imam Faisal Abdul Rauf dalam bukunya, Moving the Mountain: Be yond the Ground Zero to a New Vision of Islam in America (2012), sudah memprediski Islam di Amerika akan berkembang secara bertahap.


Dalam kurun waktu 10 tahun, jumlah Islamic center atau masjid di Amerika mengalami peningkatan yang cukup tajam. Menurut Imam Sham si Ali, sebelum peristiwa 9/11 tahun 2001 jumlah masjid di New York masih bisa dihitung dengan jari. Saat ini, setelah 13 tahun peristiwa itu berlalu, jumlah masjid ber tambah sampai 250 buah yang tersebar di seantero Kota New York. Bahkan, Islamic Center Park 51 yang berada dua blok dari Ground Zero tempat WTC hancur, diizinkan berdiri oleh wali kota New York saat itu, Bloomberg, yang keturunan Yahudi, padahal saat itu beberapa warga New York menentangnya.


Perkembangan Islam juga bisa dilihat dari menjamurnya kedai makanan halal. Dalam empat tahun terakhir di Kota New York bermunculan pedagang kaki lima (cart food) yang berlabel "halal food". Hampir di setiap pusat keramaian dan tempat wisata New York bisa ditemukan dengan mudah kedai makanan halal tersebut, seperti di Times Square, kantor PBB, bahkan dekat lokasi memorial Park 9/11 Ground Zero.


Umat Islam di Kota New York memang sangat cepat pertumbuhannya. Ini terjadi karena faktor imigrasi atau kedatangan pekerja migran dari negara-negara Muslim, seperti Pakistan, Bangladesh, dan Mesir, selain juga karena faktor keturunan dan konversi masuk Islam. Pertumbuhan kuantitas umat Islam ini juga dibarengi dengan pertumbuhan aliran Islam. Di Kota New York terdapat komunitas Islam Sunni, Syi'ah, bahkan Ahmadiyah. Mereka menyatu dengan perbedaannya masing-masing mengembangkan dakwahnya dan juga membentuk organisasi Islam di tingkat kota maupun tingkat nasional.

[caption id="attachment_328005" align="aligncenter" width="640" caption="Bersama Imam Masjid Al-Hikmah New York asal Bangladesh"]

13955643671942254604

[/caption]


Inovasi dakwah


Ada sisi unik dari kegiatan dakwah Islam di Amerika. Dakwah tidak hanya dilakukan secara eksklusif internal, tapi juga secara eksternal (outreach), yaitu melalui dialog dengan komunitas agama lain. Seperti Imam Shamsi Ali yang menginisiasi program dialog lintas iman (interfaith dialogue) dengan komunitas Yahudi bersama-sama dengan Rabbi Marc Schneier, tokoh terkenal Rabbi Yahudi di New York. Ide dialog ini awalnya banyak ditentang oleh kedua komunitas tersebut.


Isu Palestina-Israel sering menjadi bahan bakar yang mudah menyulut emosi para imam dan rabi ketika mereka awal-awal berdialog. Saat itu, prasangka dan stereotip masih sangat kuat menyelimuti. Seiring waktu kedua komunitas ini mulai saling menyapa dan saling memahami. Imam Shamsi Ali dan Rabbi Schneier bahkan menerbitkan buku bersama berjudul, Sons of Abraham: Issues Unite and Divide Jews and Muslims (2013), yang memaparkan kesamaan dan perbedaan kedua agama turunan Nabi Ibrahim ini. Buku tersebut disambut hangat oleh komunitas Islam dan juga Yahudi. Beberapa kali telah diadakan bedah buku, termasuk pada Ahad (9/3) di Komunitas Islam Jamaica New York.
(Ini adalah tulisan serial pengalaman saya  tinggal di Amerika, tepatnya di University of California Santa Barbara, (UCSB) California, USA, sebagai Visiting Research Scholar di Orfalea Center Global and International Studies selama Januari - April 2014. Tulisan ini Pernah dimuat di Opini Republika, 12 Maret 2014 sebagai hasil riset mengunjungi New York selama 2 minggu 4- 18 Maret 2014)

Baca juga :

Shalat Yuk, tapi di mana?

makan Yuk, tapi yang halal!

Jarak Indonesia-Amerika Serikat itu Dekat Loh!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline