Ahmed Abu Sido berpacu dengan waktu untuk mempersiapkan pernikahannya baru-baru ini. Dia baru saja menerima dana "hibah perkawinan" dari lembaga peminjaman uang ditengah keputusasaannya karena masalah biaya untuk pernikahan.
Di rumah ayahnya di Khan Younis di Gaza selatan, Abu Sido dengan cepat melukis kamar tidurnya disamping menyusun daftar unandang. Tukang cukur berusia 27 tahun itu telah menunda pernikahannya beberapa kali, di tengah kesulitan keuangan yang mempengaruhi semua aspek kehidupan sehari-hari bagi orang-orang Palestina di Jalur Gaza yang diblokade Israel dan Mesir.
"Saya tidak bisa menikah jika mengandalkan penghasilan saya, karena penghasilan harian saya tidak melebihi 20 shekel [$ 5], jadi saya beralih ke salah satu lembaga fasilitasi pernikahan, yang memberi saya kesempatan untuk membayar dengan nyaman cicilan pinjaman. "
Abu Sido juga menjelaskan bahwa upacara pernikahan biasanya memakan biaya setidaknya $ 5.000. sementara dia mengatakan tidak mungkin bisa mendapatkan uang sebanyak itu. Akan tetapi, menikah atau tidak, menurut Abu Sido itu tergantung dari keinginan keras dirinya. mungkin bagi Abu Sido banyak jalan keluar untuk menggenapkan kehidupannya dengan pernikahan. Salahsatunya dengan mengajukan pinjaman uang.
Situasi ekonomi memburuk di Gaza telah membuka pintu bagi jenis organisasi fasilitas pernikahan, yang menawarkan metode pembiayaan pernikahan bagi mereka yang tidak mampu membayar di muka.
Kondisi hidup yang sulit di Gaza setidaknya mencegah ratusan perkawinan di wilayah itu. Pengangguran di Gaza melebihi 40 persen, tingkat tertinggi di dunia, sementara hampir 80 persen penduduk menerima bantuan sosial dari lembaga bantuan Internasional untuk pengungsi.
Meskipun populasi terus meningkat, tapi angka pernikahan di Gaza turun 7 persen dari tahun lalu. Menurut Hasan al-Juju, ketua Dewan Tertinggi Peradilan Islam. Jumlah kasus perceraian secara bersamaan naik dari tahun sebelumnya. Penyebab utama perceraian di Gaza berasal dari tantangan politik dan ekonomi kehidupan di sana.
Khalili, seorang pemilik lembaga bantuan dana pinjaman nikah 'Altaisir' mengatakan bahwa menurut penelitian lapangan, banyak pria Gaza yang masih lajang di atas usia 30 tahun dengan alasan kemiskinan.
Sementara itu, Rabah Alankar, direktur eksekutif Asosiasi Pernikahan Palestina, mengatakan bahwa lembaganya membantu pasangan untuk mendapatkan kesepakatan dalam segala hal mulai dari makanan, kartu undangan, hingga pakaian pengantin.
Namun, beberapa kritikus mengatakan bahwa banyak dari organisasi semacam ini keluar untuk menghasilkan keuntungan daripada membantu pemuda.
Sementara itu, setelah bertunangan selama satu setengah tahun, Tahani Ahmed, 28 tahun, takut kisah cintanya akan berakhir dengan perpisahan, karena tunangannya tidak dapat menetapkan tanggal pernikahan karena kesulitan keuangan. Tapi dia meyakinkannya untuk mencoba hibah pernikahan, dan itu sukses - pasangan itu memesan perayaan pernikahan mereka bulan ini.