Lihat ke Halaman Asli

HARDIKNAS di Karawang : Khidmat ?

Diperbarui: 17 Juni 2015   07:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Empat puluh tahun mengabdi di dunia pendidikan yang berarti seluruh masa dewasaku seluruhnya kuabdikan pada bangsa dan negara demi masa depan bangsa lebih baik. Walau lima tahun dunia formal sudah kutinggalkan, tetap saja aku adalah guru. . Darahku bertuliskan GURU. Kini diusia tuaku, tatapan mataku tetap mengarah pada dunia pendidikan, baik proses, hasil maupun pandangan ke masa depan.

Dalam kehidupan sehari-hari saat ini terlihat bagaimana manusia bertingkah laku, sebagai cerminan (refleksi) dari kualitas pendidikan yang diperolehnya di masa lalu. Menatapnya penuh kegembiraan, penuh harapan, tapi tidak sedikit kekhawatiran bahkan ketakutan. Gelak tawa, senyum kepuasan, miris, kecut bahkan kebencian. Gelak tawa dan senyum kepuasan ketika generasi saat ini memperlihatkan sukses diberbagai bidang, menggambarkan keberhasilan pendidikan di masa lalu. Miris, kecut dan kebencian, ketika kita saksikan bagaimana generasi ini memperlihatkan “kebodohan” yang melahirkan berbagai perilaku negativ, destruktiv ; korupsi, kolusi, kriminal, penyalahgunaan narkotika, tindak kekerasan, premanisme, indisipliner, pelanggaran norma, dan sederet perilaku negativ lainnya, justru dilakukan oleh orang-orang yang mengenyam pendidikan. Padahal, guru secara sadar tak pernah mengajarkan hal itu. Artinya, meski diyakini bahwa proses pendidikan telah melalui jalan yang benar, tapi tetap saja dirasakan ada yang salah, sehingga sangatlah perlu kita melakukan “review”, introspeksi terhadap langkah-langkah dan kebijakan-kebijakan pengelolaan pendidikan di masa lalu, bahkan mungkin apa yang sedang berjalan saat ini. Bila benar kita memiliki komitmen membangun bangsa ini melalui pendidikan, maka kita harus jujur dan mau mengakui segala kekurangan, dan semangat untuk memperbaikinya. Persoalan-persoalan inilah yang sepatutnya menjadi perhatian serius bagi kita bersama, terutama para pemegang kekuasaan untuk menyusun strategi saat ini dan kedepan dikaitkan dengan momentum HARDIKNAS.

Hari Sabtu tanggal 2 Mei 2015 di kalender tak terlihat tanda apapun bahwa hari itu adalah Hari Pendidikan Nasional, Padahal di benakku hari itu merupakan satu hari yang sakral. Bukan mengkultuskan seseorang, tapi hari itu menggambarkan pandangan serta harapan besar bagi bangsa ini, dengan keyakinan bahwa dengan membangun pendidikan yang baik, bangsa ini akan menjadi bangsa yang besar, sejahtera dan dihormati masyarakat dunia.

Lalu, apa yang diharapkan dari moment tersebut ? Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anis Baswedan telah mengeluarkan Pedoman Pelaksanaan  Memperingati Hari Pendidikan Nasional Tahun 2015 dengan Surat Nomor : 0379/MPK-F/LL/2015 telah memerintahkan kepada seluruh jajaran, termasuk kita-kita yang ada di Kabupaten Karawang,  untuk memperingati HARDIKNAS dengan 2 (dua) kegiatan pokok, (1) Upacara Bendera dan (2) Ziarah ke makam tokoh Pendidikan.

Nampak sangat sederhana. Tak ada petunjuk yang mengarah pada “hura-hura” atau gebyar, sehingga kegiatan HARDINAS seperti itu terkesan KHIDMAT. Tapi bukankah momentum ini merupakan momen yang tepat untuk dijadikan kesempatan saling sumbang saran, pendapat, diskusi tentang dunia pendidikan kita ? Bukankah ibu Bupati Karawang cq Disdikpora bisa memanfaatkan moment ini untuk menggali segala persoalan pendidikan dan dicarikan solusinya bersama masyarakat luas ? Bukankah kita melihat setumpuk persoalan pendidikan di Karawang ini ? Coba lihat, bagaimana tentang pelaksanaan Perda Nomor 8 Tahun 2009 yang dinilai tidak konsiten pelaksanaannya ? Bagaimana tentang pelaksanaan PPDB Online yang sering bermasalah ? Bagaimana dengan sistem rekrutmen Kepala Sekolah, Pengawas, Penilik yang sering menimbulkan kecurigaan adanya calon titipan ? Bagaimana dengan pengelolaan dana BOS yang sering tersedot bukan untuk kepentingan siswa dan sekolah ? Bagaimana dengan infra struktur sekolah yang masih belum merata dan adil ?  Bagaimana dengan penempatan tenaga pengajar yang dirasakan timpang antara daerah perkotaan dengan pedesaan  ? Bagaimana dengan upaya peningkatan kualitas guru dan pembelajaran ? Dan....dan....dan banyak lagi.

Jadi momentum HARDIKNAS tidak hanya fokus pada memperingati Ki Hajar Dewantoro yang didudukkan sebagai Bapak Pendidikan Nasional, tapi sebaiknya momentum ini dimanfaatkan dengan kegiatan yang lebih berkualitas, lebih terarah pada tujuan pembangunan pendidikan di Kabupaten Karawang, meski tidak dengan gebyar atau sesuatu yang meriah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline