Lihat ke Halaman Asli

MUSHOFA

KHODIM PP. DAARUL ISHLAH AS-SYAFI'IYAH TANAH BUMBU KALSEL

Menasehati Diri Sendiri

Diperbarui: 25 Januari 2023   07:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

MENASEHATI DIRI SENDIRI

"Bagaimana sebuah bayangan kayu dapat lurus, sedangkan ia bengkok"[1]

 

Al-Ghazali (450-505 H)

 Ungkapan ini adalah bentuk ketawadhu'an Al-Ghazali, ia merasa tidak pantas memberikan nasehat kepada orang lain. Padahal secara personal dan keilmuan al-Ghazali sudah tidak diragukan lagi. Ia dijuluki Hujjah al-Islam artinya segala permasalahan dalam Islam sudah dijawab dan dijelaskan dengan tuntas oleh beliau. Namun dengan kerendahan hatinya ia mengatakan begitu. 

Bagi Al-Ghazali memberikan nasehat adalah zakat, sedangkan nishabnya adalah keinginan untuk menerimanya. Ia juga mengibaratkan orang yang memberi nasehat adalah orang yang mempunyai cahaya, bagaimana mungkin orang lain menerima cahaya, sementara pemberi nasehat tidak punya cahaya.

  Memberi nasehat sama seperti penunjuk jalan (guide) artinya ia sudah paham betul tujuannya orang yang bepergian. Bagaimana mungkin menjadi penunjuk jalan wisata ke Jakarta sementara dia sendiri belum pernah ke Jakarta. Rombongan yang mengikuti arahannya pasti akan tersesat. Seyogyanya sebelum memberikan nasehat, jadilah penasehat untuk dirimu sendiri.

 Terkadang orang suka memberikan nasehat, namun lupa menasehati diri sendiri. Diriku sering mengingatkan salat kepada orang lain, agar menjalankan salat tepat waktu dan dijalankan dengan khusu' dan tuma'ninah. Namun diriku salatnya masih sering di akhir waktu, dan dikerjakan dalam keadaan pikiran kosong. Terkadang malah sering jumlah rakaat karena memikirnya kesibukan dunia. Maka sebenarnya aku tidak pantas menasehati orang lain tentang salat.

 Aku juga sering memberikan nasehat agar orang lain semangat mencari ridha Allah dan wajib menghindar dari murka Allah. Namun diriku sering malas-malasan dalam menjalankan ibadah. Ibadahpun tidak di dasari keikhlasan, namun ada transaksional yang  aku pinta dari Allah, aku membaca surah al-Waqi'ah meminta rizqi lancar, aku salat duha meminta kekayaan, membaca surah Yasin meminta ini dan itu. Terkadang aku malu sendiri, kenapa ibadahku, aku gadaikan dengan dunia. 

Jika kondisiku masih seperti ini, sungguh tidak pantas diriku memberi nasehat. Aku juga sering mengingatkan orang agar menghindar dari murka Allah dengan menjauhi maksiat. Namun aku sendiri masih suka bermaksiat. Aku meremehkan dan menyalah gunakan sifat ghafur-Nya Allah, jika aku sedang bermaksiat hatiku mengatakan "Allah Maha Pengampun" kapan-kapan aku tobat Allah pasti mengampuni dosa-dosa ku. Aku pikir-pikir diriku terlalu percaya diri dengan panasnya api neraka.

 Aku sering mengingatkan orang lain untuk rajin bersedekah, namun diriku sendiri masih merasa eman mengeluarkan uang untuk membantu orang lain. Sementara orang lain yang tidak pernah koar-koar mulutnya di microphone, ia dengan enteng menyumbangkan jutaan rupiah untuk memberi bantuan kemaslahatan umat. Sungguh memalukan diriku ini dan sangat menjijikkan. Menyuruh orang lain menjadi dermawan sementara diriku sendiri bakhil. Sangat tidak pantas diriku ini memberi nasehat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline