Lihat ke Halaman Asli

MUSHOFA

KHODIM PP. DAARUL ISHLAH AS-SYAFI'IYAH TANAH BUMBU KALSEL

Madzhab Cinta

Diperbarui: 9 Desember 2022   11:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

MADZHAB CINTA

Ketika ditanya, anda agamanya apa? Saya jawab "Islam". Kitabnya apa? Tentu saya jawab Al-Qur'an. Nabinya siapa? Tentu Baginda Muhammad SAW. Pada pertanyaan ini mungkin jawaban kita pasti sama. Namun ketika diberi pertanyaan-pertanyaan susulan, madzhabnya apa? Aqidahnya ikut metodologi siapa? Ormasnya apa? Tafsirnya cenderung kepada siapa? Tasawufnya ikut aliran siapa? Di sinilah jawaban kita mulai berbeda. Perbedaan ini muncul karena penafsiran terhadap agama berbeda. Jadi sebenarnya agama kita itu apa? Mungkin tepatnya dengan tidak berlebihan dan menghindari perdebatan, agama kita itu sekarang "ikut penafsir-penafsir agama".

Kemurnian agama sudah sulit untuk dicari. Hal ini tidak heran, karena sumber falidnya yakni Baginda Nabi sudah tiada, yang ada sekarang adalah generasi penerusnya. Apakah generasi penerusnya ini sefalid Nabi? Apakah generasi penerusnya sekridible Nabi? Tentu tidak, karena mereka bukan Nabi. Paling tidak, diantara mereka ada yang bisa kita jadikan pegangan dalam beragama. Maka selektif di dalam mendalami agama itu penting, kepada siapa kita belajar? Ada tidaknya ketersambungan sanad keilmuan yang sampai pada sumbernya? Maka disinilah pentingnya mengetahui sahih, hasan dan dhaifnya sebuah ajaran. Karena untuk menjaga kefalidan ajaran agama. Maka tidak berlebihan ketika ada sebagian yang mengatakan "sanad adalah bagian dari ajaran agama". Seandainya tidak ada sanad seseorang akan sembarang dan seenaknya mengajarkan agama.

Sama-sama Islam, sama Allah sebagai tuhannya, namun orang Asy'ariyah sangat berbeda dengan Mu'tazilah, Syiah, Jabariyah, Qadariyah dan lain sebagainya dalam teologinya. Semua mengeklaim pendapatnya lah paling benar. Sehingga mengakibatkan saling permusuhan akibat klaim-klaim ini, bahkan saling mengkafirkan dan tidak sedikit terjadi pembunuhan akibat perbedaan ini. Mereka menghalalkan darah orang lain yang tidak sependapat dengan mereka. Padahal perbedaan ini diakibatkan oleh perbedaan prespektif di dalam menafsirkan teks-teks agama. Yang lebih parahnya lagi perbedaan teologi ini kemudian diseret ke dalam perbedaan pandangan politik. Akhirnya menghasilkan kebencian satu sama lainya. Karena yang main bukan lagi wilyah keilmuan melainkan nafsu. Disinilah maanusia membutuhkan kejernihan hati dan akal sehat.

Belum lagi dalam hal praktik ibadah yang diatur dalam fiqih. Sama-samaTuhannya Allah, Rasul sebagai figur center guru sholat, namun kenyataanya di masyarakat muslim cara sujudnya berbeda, cara takbirnya beda, cara rukuknya beda, bahkan bacaannyapun beda-beda. Akibat perbedaan ini, banyak sekali di masyarakat yang tidak mau sholat jamaah bareng, hanya karena yang satu baca basmalah dalam Fatihah dan yang satu tidak. Yang satu baca qunut yang satu tidak. Padahal sumber guru shalatnya sama yaitu Baginda Nabi, lalu kenapa beda? Disinilah yang saya katakan, ajaran yang berkembang adalah ajaran "penafsir-penafsir agama".

Adalagi perbedaan bacaan dan cara pandang memahami teks Al-Qur'an. Padahal Al-qur'annya satu, yang diberi wahyu satu, namun kenyataannya banyak versi cara bacanya dan cara pemahamannya terhadap wahyu tersebut. Kita harus sepakat, bahwa yang tahu pasti atas isi wahyu itu adalah Allah Swt. Sang Pemberi Wahyu. Adapun penafsiran yang ada adalah sebuah sudut pandang manusia yang akalnya saja terbatas. Bagaimana mungkin yang terbatas mencoba menggali dan mendalami yang tak terbatas. Kemudian dengan kelemahannya manusia yang mencoba menafsirkan mengatakan "pendapatku benar, kamu salah". Sungguh ini sebuah keangkuhan dan kesombongan yang luar biasa.

Melihat kenyataan di atas, hal itu terjadi karena beda dalam menafsiri agama. Penafsiran-penafairan terhadap Islam ini terjadi semenjak kewafatan Nabi Muhammad SAW . Karena pada zaman nabi tidak ada persengketaan pendapat. Kalaupun ada langsung ditangani nabi dan selesai. Harusnya kita yang hidup sekarang ini, jagan memperuncing perbedaan, kita ramu perbedaan menjadi kekuatan yang indah, yang kita kedepankan bukan perbedaan melainkan kasih sayang. Sehingga kita mempunyai madzhab yang sama yaitu "Madzhab Cinta".




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline