AHLI AGAMA & AHLI BERAGAMA
Beda ya... Sangat beda, istilah di atas ibarat istilah alim dan allamah. Di Indonesia mencari ahli agama sak umbruk alias akeh banget. Tiap tahun pesantren ribuan meluluskan ahli agama, kampus-kampus mewisuda ribuan ahli agama. Tapi berapa diantara mereka yang ahli dalam beragama?
Jika ilmu itu hanya dikuasi, dihafal, dikaji, tanpa diamalkan, maka kita hanya akan menjadi ahli agama. Ahli dalil, ahli debat, ahli berhujjah, ahli beretorika, bahkan ahli menyusun kata-kata. Padahal esensi agama bukan itu semua.
Beragama artinya kita membawa nilai-nilai agama dalam kehidupan. Dan inti dari agama adalah menuhankan Tuhan yang layak di Tuhankan yaitu Allah SWT, dan memanusiakan manusia.
Orang yang tidak hafal dalilnya kasih sayang, namun ia mempunyai sikap lemah lembut dengan sesama, saling hormat dan mengasihi, pada hakekatnya ia lebih beragama dari ahli agama.
Orang yang tidak hafal dalilnya sedekah, namun ia sangat peduli dengan fakir miskin, kaum duafa dan anak-anak terlantar, ia sejatinya orang yang beragama.
Orang tidak hafal dalilnya keadilan, namun ia menjadi pemimpin yang adil dan bijaksana, sebetulnya dialah orang yang beragama daripada orang-orang yang teriak-teriak tegakkan keadilan, namun ia sendiri belum bisa berlaku adil.
Agama itu bukan alat lipsting, tapi agama itu harus hadir dalam kehidupan. Orang yang beragama biasanya tidak banyak omong, ia lebih banyak beramal, karena ia paham, bahwa agama itu tidak untuk diomongin tetapi di amalkan. Kalaupun diomongin hendaknya ia sendiri sudah mengamalkannya.
Maka sebenarnya, konsep belajar agama adalah "Baca-pahami-amalkan baru ajarkan." Mari kita beragama dengan baik. Agama harus berfungi untuk memperbaiki diri. Jangan jadikan agama untuk menghina orang lain, merendahkan orang lain, bahkan menghakimi orang lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H