Lebih dari satu tahun kepengurusan PSSI Johar sejak kongres solo, kita diajak melihat kenyataan bahwa roda organisasi yang dipimpinnya terus mendapat rintangan dan halangan dari kelompok yang menamakan KPSI, menurut saya sebuah realita dari anomali kehidupan berdemokrasi karena ada pihak yang tidak bisa menerima kekalahan dan tidak rela kekuasaan yang telah dinikmati selama bertahun-tahun lepas dan pindah ketangan orang yang tidak sesuai dengan harapan dan keinginan mereka untuk disetir dan diperalat agar tujuan kelompok tersebut dapat dicapai.
Hiruk pikuk dimulai ketika ketidak setujuan empat exco pssi terhadap nama-nama klub yang disertakan untuk kompetisi tahun lalu diluar klub-klub anggota ISL sehingga jumlah klub yang disertakan menjadi 24 klub, karena kata mereka tidak sesuai dengan kongres bali ( yang sampai saat ini saya menulis, masih jadi pertanyaan mengenai ketertutupan kongres tersebut, dan hasil-hasilnya tidak dibeberkan secara jelas), sehingga timbulah istilah klub kloningan ( padahal mereka juga menjilat ludah sendiri dengan mengkloning klub untuk digenapkan dalam 18 klub yang berkompetisi di ISL). Dan perselisihan meruncing ketika pemecatan dilakukan oleh pssi kepada anggota exco yang melanggar ketentuan dan aturan organisasi.
Cukupkah sampai disitu? ternyata tidak. Keempat eks-EXCO kemudian melakukan perlawanan dengan didukung oleh pihak yang ingin mempertahankan status Quo dengan dalih apa yang dijalankan oleh PSSI harus sesuai dengan Kongres Bali..hmhhmm suatu pemaksaan kehendak. Dan akhirnya kelompok status quo ini mendirikan organisasi KPSI ( tidak perlu saya jelaskan kepanjangannya karena tidak sesuai dengan kenyataan), sampai akhirnya muncul KLB Ancol yang mendeklarasikan PSSI Ancol dengan ketuanya LNM ( salah satu Exco yang dipecat)..hmmmm pemaksaan kehendak lagi.
Kita jadi bertanya? apakah AFC dan FIFA tidak tahu gerakan KPSI ini? jawabannya adalah MoU dikuala lumpur yang membentuk Joint Committee (JC), yang bagi orang berpendidikan dan berhati nurani, mungkin sarkastik nya waras, sudah jelas isi dari MoU tersebut, namun selalu dipelintirkan oleh LNM, sama dengan pendahulunya yang memelintir statuta FIFA, karena kemampuan lidah untuk masalah memelintir patut masuk museum MURI. Artinya bahwa AFC dan FIFA tahu sepak terjang kelompok status Quo ini, sebetulnya dari mulai awal johar terpilih untuk membuat kompetisi, syarat-syarat agar sebuah klub, dari mulai infrastruktur sampai pendanaan sebuah klub yang harus mandiri untuk mengikuti kompetisi profesional telah ditetapkan oleh AFC, dan sebetulnya pula PSSI adalah alat untuk membersihkan mafia-mafia sepak bola ( terbukti investigasi bin Hamman masih terus insentif dilakukan pada saat menjabat presiden AFC yang ujung-ujungnya bisa merembet pada kepengurusan PSSI dibawah NH). Jadi kebijakan-kebijakan PSSI yang jadi kemelut dan ditentang oleh KPSI ( pengerucutan dari orang-orang status quo) adalah kebijakan AFC dan FIFA melalui PSSI, sedangkan kebijakan Johar sendiri murni adalah mengenai pengembangan pemain muda. Jadi dengan adanya keinginan LNM untuk membuat TIMNAS tandingan dan ngotot untuk mengadakan KLB lagi sudah ada dalam pantauan dan genggaman AFC dan FIFA. Kita tinggal tunggu showtimenya saja siapa yang akan di ban? dan siapa yang akan menabur angin dan menuai badai..hmmmmmmmm kasihan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H