Lihat ke Halaman Asli

Anak Kambing

Diperbarui: 26 Juni 2015   15:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

-XVII-

(Bagian XVII dari Anak Hilang : Kisah Yang Tidak Pernah Berakhir)

Lukas 15:29 Tetapi ia menjawab ayahnya, katanya: Telah bertahun-tahun aku melayani bapa dan belum pernah bapa memberikan seekor anak kambing untuk bersukacita dengan sahabat-sahabatku. Ironinya adalah dia seorang yang sangat setia dengan setiap tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Tidak pernah ia mendukakan orang tuanya. Ia anak yang tidak pernah berbuat salah dihadapan orang tuanya. Tetapi mengapa ia kehilangan sukacitanya. Ia berpikir bahwa ia telah melayani dan menghormati orang tuanya, tetapi tindakannya menunjukkan bahwa dia hanyalah seorang budak di rumah tuannya. Sikapnya untuk tidak ikut merayakan pesta malah menunjukkan bahwa ia sungguh tidak menghormati orang tuanya. Ia merasa layak dihadapan ayahnya, mengapa si bungsu yang berandal dan kurang ajar itu malah yang dipestakan. Ia ingin dihargai dengan segala ketaatan dan usahanya, tetapi pesta itu sepertinya menafikan segala jerih payahnya selama ini. Ia menganggap si bungsu sebagai lawannya. Ia sangat marah ketika si bungsu mendapat apa yang seharusnya tidak layak diberikan kepadanya. Ia tidak mengalami sukacita. Sukacita selalu lahir dari kesadaran bahwa dirinya dikasihi, diterima, dan mempunyai arti di dalam segala ketidaklayakan yang ada. Ia berpikir bahwa dirinya akan dikasihi, diterima, dan mempunyai arti dihadapan orang tuanya jikalau dapat melakukan semua kewajiban dengan baik. Selama bertahun-tahun dia melakukan kewajiban itu tanpa cacat, sehingga dirinya merasa layak untuk mendapatkan kasih itu. Itulah dasar sukacita yang dia rindukan terwujud di dalam hidup dia. Di dalam ketaatannya untuk melakukan semua kewajibannya dia tidak pernah mengalami sukacita itu, karena sikap hatinya beku untuk melihat sukacita yang berlimpah yang siap diberikan kepadanya dari ayahnya. Sukacitanya adalah sukacita yang bersyarat. Dan dasar sukacitanya adalah pembuktian dirinya layak disebut anak, bukanlah dia sebenarnya sudah mempunyai status seorang anak? Kedatangan adiknya memutarbalikkan hal-hal yang telah diperjuangkan olehnya selama bertahun-tahun. Apa yang telah dicapai dan dibanggakannya sepertinya tidak mempunyai arti. Dia seperti sia-sia dengan semua perjuangannya. Dia iri dengan adiknya yang telah mendapatkan semua yang didambakannya itu tanpa harus memperjuangkannya. Sepertinya dia juga ingin mengatakan, mengapa aku harus taat dan melayani ayahnya dengan setia? [caption id="attachment_188767" align="alignleft" width="225" caption="Pesta Anak Kambing"][/caption] Akhirnya semua yang dia pegang dan pendam mendapatkan kesempatan untuk diungkapkan. Ketidakpuasan demi ketidakpuasan yang dia rasakan selama ini sepertinya mendapatkan kambing hitamnya dengan kedatangan yang tidak dia harapkan dari adiknya. Jauh di dalam hatinya dia ternyata tidak pernah merasakan suka cita bahkan dengan seekor anak kambing, apalagi seekor anak lembu tambun dan itu pun untuk bersukacita dengan sahabat-sahabatnya bukan dengan orang tuanya. Sepertinya dia tidak menyadari bahwa segala bantahannya justru semakin menunjukkan ketidakpuasan meskipun dia hidup di dalam ketaatan. Ia tidak menyadari bahwa ada hukum yang berbeda yang telah diberlakukan di dalam peristiwa ini, yaitu hukum kasih karunia. Sikap hatinya telah membuat matanya tertutup untuk melihat misteri kasih ayahnya kepada adiknya. Ketaatannya membuatnya sombong, dan jerat legalisme secara tersembunyi telah melilitnya dan menghalanginya untuk bersukacita di dalam pesta bagi adiknya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline