Setelah hiruk-pikuk pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak yang dilaksanakan pada hari Rabu (27/11/2024), sebagian dari kita merasakan manisnya kemenangan, sementara yang lain merasakan pahitnya kekalahan. Bahkan ada sebagian merayakannya dengan eforia riang gembira, namun sebagian masih belum move on atas kondisi kekalahan pasangan yang diusung maupun yang didukungnya.
Namun, sebagai manusia yang meyakini akan takdir Tuhan yang Maha Memanjakan makhluknya, baik kemenangan maupun kekalahan adalah ujian dari Allah SWT. Dalam Islam, segala peristiwa yang terjadi mengandung hikmah yang harus kita gali untuk memperbaiki diri dan masyarakat.
Kemenangan dalam kontestasi politik bukanlah akhir perjuangan, melainkan awal dari tanggung jawab besar. Allah SWT berfirman dalam QS. An-Nisa ayat 58, yang artinya :
"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada pemiliknya. Apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia, hendaklah kamu tetapkan secara adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang paling baik kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat."
Ayat ini menegaskan bahwa kemenangan dalam kepemimpinan adalah amanah yang harus ditunaikan dengan keadilan dan kejujuran. Para pemenang harus menyadari bahwa jabatan adalah titipan yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban.
Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda: "Ketahuilah setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya atas yang dipimpin. Penguasa yang memimpin rakyat banyak dia akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya, setiap kepala keluarga adalah pemimpin anggota keluarganya dan dia dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya, dan istri pemimpin terhadap keluarga rumah suaminya dan juga anak-anaknya, dan dia akan dimintai pertanggungjawabannya terhadap mereka, dan budak seseorang juga pemimpin terhadap harta tuannya dan akan dimintai pertanggungjawaban terhadapnya. Ketahuilah, setiap kalian adalah bertanggung jawab atas yang dipimpinnya" (HR al-Bukhari).
Hadits di atas memberikan penegasan bahwa sejatinya setiap diri adalah seorang pemimpin. Beliau menegaskan bahwa pemimpin bukan hanya mereka yang menjadi presiden, gubernur, wali kota, dan pejabat lainnya. Akan tetapi, seorang pembantu sekalipun, masuk dalam kategori pemimpin dengan bertanggung jawab atas harta majikannya.
Dalam Islam, keadilan seorang pemimpin sangat penting dan diperhatikan. Keadilan pemimpin dapat membawa kemaslahatan bagi masyarakat luas. Allah sangat memuji dan menjanjikan balasan kebaikan yang luar biasa bagi pemimpin yang baik.
Kemenangan juga harus dijauhkan dari rasa sombong, karena kesombongan hanya akan membawa kehancuran. Imam Al-Ghazali mengingatkan bahwa pemimpin yang berhasil adalah mereka yang menjadikan jabatan sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah, bukan untuk kepentingan pribadi atau kelompok.
Bagi yang kalah, kekalahan bukanlah tanda kegagalan sejati. Dalam Islam, kekalahan adalah momen evaluasi untuk kembali memperbaiki niat dan cara. Allah SWT berfirman: "Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu buruk bagimu. Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui." (QS. Al-Baqarah: 216)