Lihat ke Halaman Asli

Rumah di Bawah Jalan

Diperbarui: 25 September 2015   07:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Garut, Juli 1972.

Bagi sebagian orang, rumah bercat putih bukanlah hal yang aneh. Itu hanyalah tak lebih dari sekedar bangunan biasa. Selain karena di sudutnya ada beberapa pot kuping gajah yang meneduhkan mata. Rumah yang akan diceritakan di sini juga memiliki sisi lain yang sayang untuk dilewatkan.

Di belakang rumah ada dua kolam ikan berukuran besar. Airnya jernih, dan suasananya pun amboi nian. Beberapa orang kadang terlihat sedang memancing ikan di sana.

Kadang anak dari Kodir pun sering terlihat memancing belut di pinggir kolam. Biasanya itu dilakukannya ketika pagi sedang hangat-hangatnya. Jika orang-orang lewat tak jauh darinya, anak Pak Kodir hanya melirik sesekali, tak lebih dari itu.

Letak rumah yang unik juga membuat rumah itu semakin menarik untuk terus diceritakan. Kalau kita bisa sedikit membayangkan kondisi lembah yang sempit, rumah tersebut tak jauh berbeda dengan itu. Di atasnya jalan raya membentang dari kanan ke kiri. Banyak penumpang angkutan umum yang hilir mudik. Sementara di bagian terendah--di bawah jalan--rumah tersebut terlihat begitu menyendiri. Hanya beberapa petak sawah dan kolam yang berada di sekitarnya. Tak heran kalau orang harus berjalan menuruni sedikit gundukan tanah untuk sampai ke rumah ini.

Kondisi di dalam rumah penuh oleh beberapa orang. Sekalipun putra Kodir hanya satu, rupanya banyak anak dari saudara-saudaranya ikut bermukim di rumah tersebut. Bahkan ada yang sedari kecil sudah hidup bersama di sini. Mulai dari menumpang makan, mandi, tidur sampai berangkat ke sekolah. Mereka semua sebaya dengan anak Kodir. Semuanya berumur sekitar belasan tahun.

Tak heran jika mendengar semua anak-anak saudaranya menggunakan kata “Pak” untuk memanggil dirinya. Karena memang sedari kecil mereka sudah terbiasa memanggilnya dengan sebutan seperti itu. Secara tidak sadar mereka meniru apa yang disuarakan oleh anaknya sendiri.

***

Jika libur sudah tiba. Suasana rumah di bawah jalan itu akan berubah menjadi semakin ramai. Banyak sanak saudara dari Kodir coba datang ke rumah tersebut. Tak peduli itu berasal dari kalangan manapun. Semua tumpah ruah, ada di dalam rumah.

“Jadi, kapan kau akan berkunjung lagi ke Tasik, Mad,” tanya saudara dekatnya, Mardu, “orang-orang di sana sudah rindu terhadap kambing kirimanmu.” Mardu tertawa ringan.

Kodir ikut tersenyum mendengar ucapan saudaranya tersebut. Kemudian ia coba membenarkan posisi duduk dan mengencangkan sarungnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline