Jadi pilihan baru untuk anak motor yang senangnya menikmati perjalanan. Ke depannya tidak hanya istirahat dan ngopi, tapi ada juga pemasukan wawasan untuk diceritakan kembali oleh mereka.
Apalagi sekarang zamannya sudah "nyaris" segala sesuatu dinaikkan ke media sosial.
Harapan lainnya dari kegiatan motoran bisa memberikan dampak kepada lingkungan, masyarakat, dan kelestarian budaya juga kuliner. Meski demikian gastronomi bukan sekedar menikmati kuliner.
Jika dilihat dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), gastronomi bermakna: seni menyiapkan hidangan lezat.
Laman resmi Kemenparekraf memberikan penjelasan bahwa gastronomi sering dipahami sebagai ilmu yang berhubungan dengan seni, filosofi, sosial-budaya, sampai antropologi suatu makanan.
Pemahaman lain terkait gastronomi sangat kental dengan kebiasaan bikers yakni makan. Sebagai contoh: ketika touring ke Monumen KM 0 Indonesia di Sabang, Aceh. Selama perjalanan menjadikan tempat makan sebagai destinasi pemberhentian.
Misalnya saja saat di Kota Padang, Sumatra Barat. Peserta touring KM 0 penasaran dengan masakan rendang di kampung halamannya. Apakah tetap sama dengan yang mereka nikmati di Pulau Jawa atau ada pembeda.
Yang sudah pasti terlihat bedanya adalah nasi. Jika di Sumatra Barat umumnya nasi yang mereka makan/sajikan tidak menggumpal atau lembek seperti di Jawa.
Kemudian cara mereka makan umumnya langsung menggunakan tangan. Jadi tidak heran jika sendok dan garpu nyaris tidak terpakai.
Setelah tiba di Aceh pun sama. Peserta touring penasaran dengan kopi Aceh. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang membungkusnya untuk oleh-oleh di rumah atau kantor.