Kalau Anda membuka kamus besar Bahasa Indonesia pada kata ’salah’, maka Anda akan menemukan salah satu penggunaannya terdapat pada kata ’salah kaprah’.
Dan jika Anda teruskan membacanya, maka salah satu contoh salah kaprah itu adalah penggunaan kata ’kami’ untuk menggantikan kata ’aku’, dengan maksud untuk menghaluskan makna.
Ringkas kata, menurut kamus tersebut, penggunaan kata ’kami’ untuk menghaluskan ’aku’ adalah salah kaprah.
Salah kaprah pengunaan kata ’kami’ dan ’aku’ dalam bahasa Indonesia itu kemudian merembet ke bahasa Arab. Tetapi Arab yang made in Indonesia.
Karena, hal itu memang tidak pernah kita temui di bahasa aslinya, yang dipakai di negara-negara berbahasa Arab, seperti Arab Saudi atau pun Mesir.
Mereka tidak mengenal penggunaa kata ganti nahnu (kami) sebagai pengganti ana (aku), dan antum (kalian) sebagai penganti anta (engkau).
Di kalangan mahasiswa Indonesia pengguna bahasa Arab – baik yang masih berada di Indonesia – maupun yang sudah berada di Mesir, sebagiannya masih menggunakan ungkapan itu. Misalnya, ketika berkata kepada gurunya ataupun orang yang dihormati.
Mereka menggunakan kata ’antum’ untuk membahasakan ’Anda’. Karena khawatir kalau menggunakan ’anta’ (engkau) dianggap kasar.
Padahal dalam kaidah bahasa Arab tidak ada aturan seperti itu.
Antum hanya digunakan untuk menyebut ’kalian’ yakni ’kamu’ tapi dalam jumlah yang lebih dari dua orang. Misalnya tiga orang atau lebih.
Sehingga, kalau di Mesir kita menggunakan kata ’antum’ untuk menyebut satu orang, kita akan ditertawai oleh orang Arab Mesir.