"Sudah selesai, Dik?" sapaan lelaki itu agak mengejutkan Fitri. Jadilah mereka berkenalan. Lelaki itu adalah Riyan, yang kini duduk salah tingkah di depannya.
"Kalau menurutmu bagaimana, Fit?" Setelah lama terdiam akhirnya Riyan bertanya.
"Kok saya, Mas? Yang harus mengambil keputusan Mas Riyan, bukan saya," suara Fitri sedikit meninggi.
Awal perkenalan, di mata Fitri, Riyan tampak sebagai pribadi yang menarik. Namun Fitri merasakan, Riyan sering gamang setiap kali mau mengambil keputusan dalam suatu masalah.
"Maksudku, mungkin kamu punya saran untukku menghadapi situasi seperti ini."
"Bukannya aku tadi sudah mengatakan. Pilihannya ada pada Mas Riyan. Kalau tidak setuju, ya katakan saja kepada orang tua Mas Riyan. Jangan mengatakan tidak setuju kepadaku tapi nyatanya mengikuti pilihan orang tua Mas Riyan. Gampang kan?"
"Sebenarnya aku tidak setuju dengan pilihan orang tuaku, tapi aku tak berani menolak."
"Itu menurut Mas," sergah Fitri.
"Kok begitu sih, Fit?"
"Orang tua Mas Riyan bisa saja punya penilaian berbeda."
"Berbeda bagaimana? Kok kamu tahu?"