Sebulan sebelum coblosan pemilu 17 April 2019, PKS salah satu partai yang di prediksi akan mengalami penurunan suara. Bahkan tidak lolos ambang batas parlemen. Ini bisa di mengerti karena elit PKS pecah. Ada Garbi atau Gerakan Arah Baru Indonesia yang di motori mantan presiden PKS, Anis Matta. Garbi di klaim sebagai organisasi kemasyarakatan non politik. Tapi public paham Garbi didirikan oleh elit PKS yang terbuang.
17 April prediksi pengamat terbalikkan, suara PKS ternyata mengejutkan, hasil Quick Countdi beberapa lembaga survey PKS mendapatkan 8 % jauh melampaui Pemiu 2014 yang hanya 6,79 %. Bagi penulis hasil QC itu tidak terlalu mengejutkan. Penulis mengamati 1 bulan menjelang coblosan 17 April kader PKS bergerak cepat, door to door. Mereka tidak gengsi dan tidak menunggu bola. Penulis sering menemui caleg-caleg PKS dengan pakaian kreatif , berjoget di tengah padatnya jalan raya. Kader militan PKS juga mendatangi pemilih pemula di bangku SMA dengan mengadakan bimbingan belajar gratis.
Jargon nasionalnya pun PKS terlihat lebih cerdik di banding partai lain. Penulis menemui baliho besar yang bertuliskan : Jika PKS menang, Pajak Sepeda motor gratis seumur hidup. Meskipun mustahil akan memenangkan Pemilu, tapi jargon itu cerdik tanpa seorang pun bisa mempermasalahkan klaim itu. Setidaknya dengan jargon itu PKS merusaha untuk menyentuh keresahan masyarakat yang saat ini lagi kesulitan.
Dalam hal itu saja, bandingkan dengan jargon PKB yang tersebar dimana-mana. Baliho besar di tempat saya terpampang dengan senyum sang ketua umumya Muhaimin Iskandar. Dengan tulisan yang mencolok PKB menang Dana Desa 4 Milyar.
Jargon yang masih mengandung perdebatan. Jika dana desa 4 milyar per desa orang akan menganggap pemborosan besar-besaran. Itupun yang menikmati langsung aparat desa. Dana desa 4 Milyar bagi masyarakat kecil tidak ada gunanya. Misal di ganti, PKB menang gratis beras 5 kg tiap bulan.
Pada saat kampanye selesai pun PKS tidak ikut berhenti berkampanye. Tapi memanfaatkan celah yang dirasa tidak melanggar aturan berkampanye. PKS dengan cerdik mengambil "oranglain" sebagai saksi bagi PKS. Di beberapa tempat PKS merekrut kader muda NU untuk menjadi saksi.
Dengan gaji Rp. 250-Rp.300 ribu cukup bagi pemilih pemula yang belum bekerja untuk menjadi saksi dengan gembira. Dengan di rekrutnya saksi dari kader muda NU, secara tidak langsung PKS mengenalkan partai pada generasi muda. 1 orang saksi di PKS bisa mempengaruhi 5 orang untuk mencoblos PKS, minimal anggota keluarga sendiri. Jika ini terus di rawat, sama saja PKS telah merinvestasi suara untuk pemilu berikutnya.
Bandingkan dengan partai lain yang merekrut kader partai yang kurang militan untuk menjadi saksi. Bagi saksi dari partai ini penting tugas menjadi saksi dan mendapatkan salinan C1 sudah cukup. Penulis yang menjadi ketua KPPS di sebuah TPS di Malang Timur juga merasakan semangat yang berbeda antara saksi dari PKS dan saksi dari partai lain. Saksi PKS masih muda sekitar 20 tahun, sedangkan partai lain berusia di atas 40 tahun bahakan dari PDIP sudah mempunyai cucu.
Hitung-hitungan potensi untuk melesat, PKB sebenarnya sangat besar untuk melampaui ekpektasi. Dengan nomer urut 1 posisi strategis untuk jumlah partai yang sangat banyak.
Ditambah lagi basis massa PKB sudah jelas, yaitu dari kalangan nahdliyin. Juga PKB salah satu motor pengusung petahana dengan meletakkan 'orangnya' sebagai wakil presiden. Kesalahan PKB, tidak bisa memaksimalkan semua potensi yang ada.
Suara PKB yang ada adalah suara tradisional PKB, meskipun mendapat keuntungan dengan "musibah' yang di alami ketua PPP. Tapi keuntungan itu belum bisa di manfaatkan secara maksimal.