Lihat ke Halaman Asli

Ferry Aldina

Writerpreneur I Islamic Parenting Blogger

Merajut Tenun Kemerdekaan Guru Honorer

Diperbarui: 25 Agustus 2021   12:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

protes guru honorer tentang upahnya yang rendah (sumber : rri)

"Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial"

Bunyi alinea keempat pembukaan UUD 1945 ini seperti "alarm" seumur hidup untuk pemerintah supaya fokus terhadap cita-cita bangsa. Jika masih banyak masyarakatnya belum sejahtera, pendidikan masih tidak merata, dan kesenjangan sosial merajalela maka seyogyanya pemerintah tidak bisa tinggal diam dengan PR yang menumpuk. Terlebih lagi di tengah pandemi ini, tantangan-tantangan berat bermunculan yang memaksa seluruh elemen harus beradaptasi dengan cepat.

Berbicara tentang memajukan kesejahteraan dan kecerdasan bangsa, erat sekali kaitannya dengan guru. Sang Pahlawan Tanpa Tanda Jasa ini telah menjadi ujung tombak dalam mewujudkan cita-cita bangsa. Yang menjadi pertanyaannya, apakah sang pahlawan memang berjuang tanpa perlu diberi balas jasa?

Ironis kiranya kalau pemerintah tidak memberikan penghargaan kepada seluruh guru di Indonesia. Rupanya pribahasa air susu dibalas dengan air tuba pantas disandangkan jika memang fakta di lapangan banyak guru yang belum sejahtera.

Penghargaan terhadap guru belum sepenuhnya wajar bahkan cenderung diskriminatif. Kenapa bisa seperti itu? Mari kita lihat dengan kacamata objektif.

Lensa Pemerintah 

Kita awali dari lensa pemerintah. Seperti dilansir dari laman Kemendikbud per November tahun 2020, jumlah guru yang mengajar sebanyak 3.357.935 orang. Sekitar 1.607.480 orang berstatus ASN sedangkan sisanya sebanyak 1.750.455 orang berstatus non-ASN.

Tidak heran jika Praptono, Direktur Pendidikan Profesi dan Pembinaan Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud, mengungkapkan kepada CNN Indonesia terkait alasan kekurangan guru ASN.

"Karena pembukaan unit sekolah baru, penambahan ruang kelas baru, dan pensiun setiap tahun yang tidak diimbangi dengan rekrutmen CPNS."

Bukan hanya perbedaan dari segi kuantitas, kesejahteraan guru honorer pun perlu jadi sorotan. Dengan perbedaan tunjangan pensiun yang berbeda, apakah pemerintah bisa memajukan kesejahteraan para guru? Jangankan tunjangan pensiun, gaji yang dirapel dari dana BOS sudah membuat kehidupan guru honorer terseok-seok.

Gayung bersambut, senada dengan Cecep Darmawan, Pakar Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia tersebut menegaskan jika pemerintah tidak bisa mengandalkan dana BOS yang terbatas untuk memberikan upah kepada guru honorer. Guru Besar UPI tersebut juga menambahkan,

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline