Sidang Istimewa MPR RI 1998 menjadi momen penting dalam sejarah politik Indonesia. Sidang yang berlangsung dari 10-13 November 1998 ini merupakan respons dari gejolak reformasi yang mengguncang Indonesia sepanjang tahun tersebut, menyusul jatuhnya Soeharto dari kursi kepresidenan setelah berkuasa selama 32 tahun. Sidang ini menghadirkan banyak keputusan penting yang membawa angin segar perubahan, namun juga tak luput dari kritik dan kontroversi. Dalam tulisan ini, kita akan membahas hal-hal yang patut diapresiasi dan dikritisi dari Sidang Istimewa MPR RI 1998.
### Hal yang Patut Diapresiasi
1. **Pemulihan Demokrasi dan Reformasi**
Salah satu hal yang paling diapresiasi dari Sidang Istimewa MPR 1998 adalah komitmen untuk melaksanakan reformasi. Sidang ini menghasilkan berbagai keputusan penting, termasuk upaya amandemen UUD 1945 yang bertujuan memperkuat sistem demokrasi dan mengurangi kekuasaan eksekutif yang sebelumnya terlalu dominan (Implementasi Pengesahannya terjadi Pada MPR RI Hasil Pemilu 1999). Amandemen ini mencakup pembatasan masa jabatan presiden dan wakil presiden hanya dua periode, serta penguatan peran DPR dalam pengawasan terhadap pemerintah.
2. **Pembentukan Lembaga-lembaga Pengawas**
Sidang ini juga menghasilkan keputusan untuk membentuk berbagai lembaga baru yang bertujuan memperkuat sistem checks and balances serta pengesahan Ketetapan tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dari Korupsi, Kolusi, Dan Nepotisme. Salah satu contohnya adalah mengamanahkan pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang bertujuan memberantas korupsi yang telah mengakar dalam birokrasi Indonesia. Keberadaan lembaga-lembaga pengawas ini menjadi fondasi penting dalam memperbaiki tata kelola pemerintahan di Indonesia.
3. **Penghapusan Dwifungsi ABRI**
Salah satu keputusan revolusioner dari Sidang Istimewa MPR 1998 adalah penghapusan dwifungsi ABRI (sekarang TNI) secara bertahap. Sebelum reformasi, ABRI tidak hanya berfungsi sebagai kekuatan pertahanan, tetapi juga memiliki peran dalam politik dan pemerintahan. Penghapusan dwifungsi ini membuka jalan bagi profesionalisme militer dan mendorong netralitas militer dalam politik, yang merupakan langkah penting menuju demokrasi yang sehat.
4. **Pembebasan Tahanan Politik**