### HIPOTESIS: PRAKIRAAN PEROLEHAN SUARA DAN KURSI PPP-GOLKAR-PDI DI PEMILU 1987 JIKA MEMAKAI SISTEM PEMILU CAMPURAN
Pemilihan Umum (Pemilu) di Indonesia telah mengalami berbagai perubahan sistem dari waktu ke waktu. Salah satu sistem yang menarik untuk dieksplorasi adalah sistem pemilu campuran, yang menggabungkan elemen-elemen dari sistem proporsional dan mayoritarian.
Artikel ini berupaya menghipotesiskan perolehan suara dan kursi tiga partai besar pada Pemilu 1987, yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Golongan Karya (Golkar), dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI), jika menggunakan sistem pemilu campuran.
#### Sistem Pemilu 1987
Pada Pemilu 1987, Indonesia menggunakan sistem proporsional tertutup dengan metode perhitungan kursi menggunakan kuota Hare. Sistem ini memberikan kesempatan yang lebih besar bagi partai-partai besar untuk mendominasi kursi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Golkar, sebagai partai pemerintah, mendominasi pemilu ini dengan perolehan 73,11% suara, sementara PPP dan PDI masing-masing mendapatkan 15,97% dan 10,87% suara.
#### Sistem Pemilu Campuran
Sistem pemilu campuran menggabungkan unsur-unsur dari sistem proporsional dan sistem mayoritarian. Dalam sistem ini, sebagian kursi DPR dialokasikan berdasarkan hasil pemilihan distrik (sistem mayoritarian) dan sebagian lagi berdasarkan proporsi suara nasional (sistem proporsional). Misalnya, jika DPR terdiri dari 500 kursi, 250 kursi bisa dialokasikan berdasarkan pemilihan distrik dan 250 kursi lainnya berdasarkan hasil proporsional.
### Hipotesis Perolehan Suara dan Kursi
#### Golkar
Sebagai partai yang mendominasi Pemilu 1987, Golkar memiliki jaringan dan sumber daya yang sangat kuat. Dalam sistem pemilu campuran, Golkar kemungkinan besar akan mendapatkan keuntungan yang signifikan dalam pemilihan distrik. Dengan pengaruh yang luas di berbagai daerah, Golkar diperkirakan bisa memenangkan mayoritas dari 250 kursi distrik.