Lihat ke Halaman Asli

DIMAS MUHAMMAD ERLANGGA

Ketua Gerakan mahasiswa nasional Indonesia (GmnI) Caretaker Komisariat Universitas Terbuka

Catatan Kritis Saya terhadap Ketetapan MPRS No. XIX Tahun 1966

Diperbarui: 6 Juni 2024   17:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Koleksi PRIBADI 

**CATATAN KRITIS SAYA TERHADAP KETETAPAN MPRS TENTANG PENINJAUAN KEMBALI PRODUK-PRODUK LEGISLATIF NEGARA DI LUAR PRODUK MPRS YANG TIDAK SESUAI DENGAN UNDANG-UNDANG DASAR 1945 TAHUN 1966**

Pada tahun 1966, Dalam Sidang Umum Ke-4, Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) mengeluarkan ketetapan yang sangat penting yang bertujuan untuk meninjau kembali produk-produk legislatif negara yang tidak sesuai dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Langkah ini dianggap sebagai upaya untuk memastikan bahwa seluruh peraturan perundang-undangan yang ada selaras dengan konstitusi yang menjadi dasar negara Indonesia. Meskipun demikian, ketetapan ini bukan tanpa kontroversi dan tantangan. Berikut adalah catatan kritis saya terhadap ketetapan tersebut.

**Latar Belakang Ketetapan**

Setelah peristiwa G30S/PKI dan jatuhnya pemerintahan Orde Lama di bawah Presiden Soekarno, Indonesia memasuki masa transisi yang penuh gejolak. Pemerintahan baru di bawah pimpinan Jenderal Soeharto berupaya mengembalikan stabilitas politik dan ekonomi serta mengkonsolidasikan kekuasaan. Salah satu langkah yang diambil adalah dengan mengeluarkan Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 tentang peninjauan kembali produk-produk legislatif negara yang tidak sesuai dengan UUD 1945.

**Tujuan dan Implikasi**

Ketetapan ini bertujuan untuk membersihkan peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan semangat dan isi UUD 1945. Selain itu, langkah ini juga dimaksudkan untuk menguatkan kembali otoritas UUD 1945 sebagai hukum dasar tertinggi di Indonesia. Implikasi dari ketetapan ini adalah adanya proses peninjauan dan pembatalan terhadap berbagai produk legislatif yang dianggap tidak sesuai dengan konstitusi.

**Proses Peninjauan**

Proses peninjauan kembali produk-produk legislatif ini menimbulkan berbagai tantangan. Pertama, penentuan kriteria "tidak sesuai dengan UUD 1945" bisa sangat subyektif. Hal ini membuka peluang bagi penyalahgunaan kekuasaan di mana pihak yang berkuasa dapat menafsirkan UUD 1945 sesuai dengan kepentingan politik mereka. Kedua, proses peninjauan kembali ini memerlukan waktu dan sumber daya yang tidak sedikit, mengingat banyaknya produk legislatif yang telah dihasilkan sejak kemerdekaan Indonesia.

**Aspek Hukum dan Politik**

Dari aspek hukum, ketetapan ini menegaskan supremasi UUD 1945. Namun, dalam praktiknya, penafsiran terhadap UUD 1945 sering kali diwarnai oleh dinamika politik. Misalnya, beberapa produk legislatif yang dihasilkan pada masa Orde Lama mungkin dibatalkan karena alasan politik, bukan semata-mata karena ketidaksesuaian dengan konstitusi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline