Tepat 45 hari sejak mas Joko Windoro menulis surat terbuka untuk Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti di laman kompasiana. Tentu sebagai aktivis lingkungan dan orang asli Banjarnegara mas Joko menyimpan keprihatinan mendalam tentang nasib ekosistem sungai Serayu. Utamanya penurunan biodiversitas sumber daya ikan endemik yang signifikan.
Begitupun kami, punya rasa yang sama. Karena biar gimanapun manusia adalah bagian dari ekosistem itu. Dalam konteks makhluk sosial, seyogyanya kita punya enviromental ethic. Kecuali manusia serakah, penganut antroposentrisme.
Ya. 45 hari, Susi memang penuhi janjinya. Setidaknya merespon keprihatinan mas Joko itu. Tentu dengan batasan kewenangannya. Re-stocking atau kalau saya lebih suka sebut dengan "pelepasliaran benih". Ada lebih dari 200 rb ekor benih ikan yang memang endemik lokal sungai serayu yang dilepasliarkan tempo hari.
Mas Joko, memang kritik cara cara re-stocking ini. Bilang bahwa sudah ratusan kali metoda ini gagal. Cara yang efektif katanya sudah terang benderang. Walaupun dalam tulisan hari ini (3 September) yang viral itu, mas Joko tak sebutkan bagaimana cara efektif itu?
Re-stocking benih. Memang harus sesuai dengan protokol tata cara yang efektif, agar tidak kontraproduktif. Tentu ini saya rasa sudah jadi pegangan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam melakukan re-stocking ikan. Tidak bermaksud mengajari, tapi setidaknya kami bisa sharing tentang apa dan bagaimana restocking ini dilakukan. Tentu agar persepsinya sama. Sama sama ingin selamatkan lingkungan, khususnya Serayu.
Sekedar untuk diketahui, bahwa beberapa poin penting yang jadi SOP re stocking yang dilakukan KKP yakni :
1) dari sisi jenis, bahwa spesies ikan bukanlah non native species (allien species) apalagi invasif species. Artinya yang direstocking kemarin adalah spesies ikan lokal dan endemik di Serayu. Pak Slamet (Dirjen Perikanan Budidaya) justru asli Banjar yang masa kecilnya juga lekat dengan Serayu. Tentu beliau faham betul kondisi keragaman jenis species di Serayu.
Jauh sebelum mas Joko lahir. Ikan baung, nilem dan udang galah adalah beberapa spesies endemik serayu yang mulai terancam punah. Akibat penangkapan yang eksploitatif.
2) bahwa jenis spesies yang direstocking tentu sudah disesusaikan dengan habitat asli. Tentu bukan hanya di Serayu, jauh sebelum tulisan mas Joko muncul. Restocking sudah sering dilakukan ratusan kali di berbagai daerah di Indonesia. Karakteristik, kesesuain jenis, dengan habitat selalu jadi pertimbangan utama. Ini tentu agar tidak terjadi persaingan dalam memperebutkan relung ekologis.
3) kegiatan restocking selalu melibatkan masyarakat lokal, dan generasi muda. Peran aktif (public partisipatory) ingin diperkuat, agar masyarakat turut mengawasi, memiliki kesadaran dan tanggungjawab lingkungan. Kelembagaan seperti kelompok masyarakat pengawasan swadaya (Pokmaswas) juga dilibatkan. Saya rasa mas Joko bisa lihat antusiasme masyarakat lokal tempo hari.