Ada banyak street fotografer yang menyukai pakai mode P, lalu kadang ganti ke A, S, atau M, bergantung situasi. Saya sejujurnya hampir tidak pernah memindahkan mode, hampir selalu di mode M (manual). Eric Kim menyukai mode P, karena dia bilang tidak direpotkan dengan setingan eksposur ketika di jalanan. Saya kok merasa, mengubah shutter speed atau F itu tidak merepotkan ya, toh masih bisa dijangkau dengan jari.
Saya percaya mode terbaik adalah M, karena walau kamera sudah semakin canggih, dia tetap tidak bisa membaca keinginan hati sang fotografer. Mode semi auto akan selalu mengarahkan pada eksposur yang "normal" atau "wajar". Kamu tidak akan bisa membuat orang menjadi siluet dengan mode semi auto, karena eksposur meter kamera akan berusaha membuat subjek menjadi terang.
Saya tidak sampai hati untuk memasrahkan F atau SS kepada kamera. Itu sangat krusial buat saya, harus terserah saya. Jika ada setingan yang tidak masalah saya serahkan pada kamera, mungkin hanya ISO. Makanya ketika ada mode manual tapi ISOnya auto, itu boleh juga, semisal mode TAV pada Ricoh GR. Atau pada kamera lainnya, ya disebutnya manual saja tapi auto ISO.
Saya tidak mau kamera mengatur F, karena kamera tidak tahu tingkat DOF yang saya inginkan. Saya juga tidak rela kamera mengatur SS, karena dia tidak tahu subjek di depan saya itu berjalan atau berlari. Tapi kalau ISO, ya asal menurut dia terang, silakan saja. Asal jangan nyasar jadi ISO 25600 saja. Foto yang noise itu masih bisa dibetulkan, tapi foto yang ngeblur karena SS kelewat lambat, itu sudah tidak bisa diapa-apakan.
Itu buat saya, buat kamu beda lagi. Mode apapun, asal kamu puas, fotonya dapat, maka itulah yang terbaik.
- penulis adalah pegiat street fotografi asal Bandung, terkadang memberikan seminar tidak ilmiah -
NB : Saya tidak disponsori Ricoh
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H