Lihat ke Halaman Asli

Cukup Sampai Tangga Istana...

Diperbarui: 18 Juni 2015   07:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

gambar dari -- wikipedia

Mengantar hanya sampai tangga istana, kemudian mengawasinya

[caption id="" align="aligncenter" width="400" caption="gambar dari -- wikipedia"][/caption]

Melihat hiruk pikuknya sekarang ini, baik dari pendukung kubu no satu dan kubu no dua, apakah mungkin ya , bahwa pendukung-pendukung ini hanya mengantar sang calon presiden pilihan sampai ke tangga istana saja?atau mengantar namun juga kemudian ikut aktif mengawasi dari pinggir pagar istana sesudahnya?

Mengapa saya menyimpan pertanyaan ini? Salah satunya kemungkinan yang ada adalah karena adanya kekhawatiran, atau tepatnya mungkin sedikit was-was kalau hiruk pikuk ini akan terus berlanjut pasca presiden terpilih nanti. Atau justru kemungkinan sebaliknya, sesuai dengan budaya lupa yang diidap kebanyakan penduduk negeri ini, setelah hiruk pikuk pilpres ini selesai daan sukses mengantar sang calon ke tanggaa istana dan kemudian lupa-pun terjadi.

Saya akan mencoba mengurai , dari kekhawatiran pertama, hiruk pikuk berlanjut pasca pilpres. Hal ini bisa jadi karena banyak hal :

-Kecurangan dalam pilpres

Kalau ini yang terjadi, bisa jadi hiruk pikuk akan makin luas scopenya. Bukan hanya kalangan akar rumput yang ramai, kalangan elitpun pasti tidak kalah ramainya.

-Fanatisme terhadap kandidat yang berlebihan

Benar atau salah, beliau adalah junjunganku. Kalau ini yang terjadi, agak repot nanti jalanya pemerintahan. Karenaa sebenarnya pemerintahan ini dijalankan dan juga kebijakan yang ditelurkan itu adalah kolektif. Seorang presiden juga bersinggungan dengan legislative, dan yudikatif. Jadi ketika salah atau benar tetap dijunjung tinggi-tinggi, bisa menimbulkan implikasi yang buruk terhadap jalanya pemerintahan.

-Pecah kongsi koalisi

Kalau ini yang terjadi, hiruk pikuk berasal dari elit, tapi akan menyeret-nyeret sampai ke akar rumput. Pemerintahan tidak efektif, jalanya tersendat, kebijakan mengambang dan kepentingan bangsa terlupakan. Yang diatas hanya sibuk menambal kapal biar tidak karam…

Kekhawatiran yang kedua adalah, berhubungan dengan budaya lupa sebagian dari kita, dan baru ingat menjelang even 5 tahunan ini digelar lagi entar 2019. Kalau ini yang terjadi dan menjangkiti pemilih, akan lebih buruk efeknya kedalam pemerintahan yang terpilih. Mereka tidak peduli sang calon yang sudah diantar keistana mau ngapain aja, mau main mata dan selingkuh dengan legislative, mau miring kekanan, mau miring kekiri, telentang tengkurap pokoknya tidak peduli. Karena sudah lupa. Lupa dengan tujuan dan alasaan, kenapa dulu dia harus milih si A atau si B. Mungkin pada saat memilih pun, ada apatisme dalam dirinya , bahwa siapapun yang terpilih ya tetap hidupnya harus dijalani dia sendiri. Tidak akan pengaruh banyak siapapun presiden terpilih. Memilih tanpa tujuan dan alasan yang jelas. Jadi ketika pilihanya disahkan oleh undang-undang, dia tak mempersoalkan alasan dan tujuan terpilihnya sang calon ini, dan tak akan pernah mempersoalkan.

Atau bisa jadi, pasca pilpres dan presiden terpilih sudah disahkan , ada lupa lain yang menjangkiti, yaitu lupa dia dulu milih siapa. Sehingga saat ini mengelu-elukan sang calon bak raja diraja , tanpa cacat daan cela, dan siapapun akan diberangus yang berani mengkritiknya. Tapi, justru karena dia lupa siapa yang dipilih, nanti dia sendiri yang akan memberangus sang calon sendiri. Karena seperti itulah biasanya, ketika kita tidak mau dikritik, maka sebenarnya ketika kita iingin mengkritik yang lain, kita tidak akan pernah tahu batas dan aturanya. Sekarang sang calon adalah intan permata, tapi bisa saja nanti berubah bak kotoran yang hina, kalau kita terjangkiti jenis lupa yang ini.

Jadi idealnya bagaimana?

Saya tidak ingin menggurui atau mendoseni… siapalah saya ini.. ^^. Tapi saya ingin mengajak, siapapun yang terpilih nanti, kita semua menjunjung tinggi sportivitas. Kita mengantar cukup sampai tangga istana saja, kemudian kita berdiri diluar pagar istana dan menjaga jarak. Kalau sang tuan melenceng atau mau selingkuh dengan mengedip"kan mata, tugas  kita yang mengingatkan. Kalau sang tuan benar dan pihak lain yang menggoda, kita bantu mem-backup sang tuan agar selalu dijalan yang lurus. Siapapun sang tuan yang terpilih, kita harus mampu bersikap seperti itu. Meskipun sang tuan nanti, bukanlah sang tuan pilihan saat ini. Semua harus menjaga jarak dan tidak boleh lupa, tidak boleh lupa akan tujuan dan alasan besar, kenapa kita bersama-sama mengantar sang tuan ke tangga istana.

Lain soal kalau kita diminta membantu mengantar sang tuan ke tangga istana dan dibayar untuk itu…speechless kalau ini masih terjadi. Tapi masak mau kita hanya jadi tukang ojek sang tuan ke istana? Semoga tidak….

sebagai penutup, bolehlah ane copas lirik sebagian lagu "bersatu padu coblos no dua " dari  kang marjuki-kill the Dj

Setelah pilihan dan kemenangan

Kami akan mundur menarik dukungan

Membentuk barisan parlemen jalanan Mengawasi amanah kekuasaan Menang tak jumawa, kalah lapang dada Siapapun dia presiden indonesia Menang tak jumawa, kalah lapang dada Salam damai untuk Indonesia

Salam 2 jempol,

Bekasi – disudut ruang kerja




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline