Lihat ke Halaman Asli

Nur Azis

Pembelajar sepanjang waktu

Cerpen | Aku Ingin Menjadi Satpam

Diperbarui: 28 Oktober 2019   00:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Jika ada pekerjaan yang lain, Tarmo sebenarnya ingin berhenti sebagai Tukang Ukir. Tapi sayang, lelaki yang baru saja bercerai dengan istrinya itu, tak memiliki keahlian lain. Sebenarnya, dia ingin seperti beberapa tetangganya, menjadi satpam di gudang dan perusahaan. Dia punya alasan yang kuat, kenapa ingin menjalani profesi tersebut.

Tapi memang tak mungkin. Tarmo hanya berijazah SMP. Jika ingin menjadi satpam dengan gaji yang besar, harus berijazah minimal SMA, dan bersertifikat Satpam. Barangkali memang benar kata orang-orang. Penyesalan, selalu saja datangnya di akhir.

Setelah menyelesaikan pendidikan SMP, Tarmo tidak mau melanjutkan sekolah. Dia lebih memilih belajar mengukir dengan pamannya. Untuk apa bersekolah, capek-capek belajar setiap hari. Lebih enak belajar mengukir, langsung kerja, dan punya banyak duit.

Anggapannya, dengan duit yang banyak, apa pun yang dikehendaki dapat dengan mudah dia miliki. Memang tidak salah. Salah satunya adalah mantan istrinya, Sonya. Perempuan cantik, yang tubuhnya padat dan berisi. Setiap kali berjalan, aroma parfumnya saja, masih bisa tercium dari jarak hampir dua ratus meteran.

Banyak pemuda saat itu yang mendambakan Sonya untuk dijadikan istri. Anggapan banyak pemuda saat itu, dengan menikahi perempuan yang berkulit putih itu, siapa tahu bisa memperbaiki keturunan. Atau jika diajak kondangan, membuat semua mata menjadi iri. Membayangkan bagaimana beruntungnya, laki-laki yang mampu memperistri perempuan yang begitu cantiknya.

Demi apa pun. Sonya harus didapatkan. Harga diri, kebanggaan, semua menjadi motivasi Tarmo untuk mendapatkan gadis pujaannya. Dia paham betul, jika hanya bermodalkan wajah yang tampan, serta tubuh yang kekar, tentu tak menjadi jaminan. Baginya, duit yang melimpah, adalah satu cara untuk menaklukkan hati Sonya.

Tanah warisan peninggalan orang tuanya, yang membentang dari ujung utara sampai ujung selatan desa, terpaksa dia jual murah ke pengembang perumahan. Semuanya, dihargai mencapai ratusan juta. Jumlah yang seumur hidupnya, tak pernah melihat uang sebanyak itu.

Berbekal sedikit pengetahuan tentang usaha mebel kayu, Tarmo yang semula berprofesi sebagai tukang ukir, berniat banting setir sebagai pengusaha mebel. Sebagian uang hasil penjualan tanah, dia gunakan untuk modal usaha. Sebagiannya, untuk membangun rumah, dan sebagiannya lagi untuk mobil dan persiapan pesta pernikahan.

Orang menyebutnya orang kaya baru. Menurut orang-orang, Tarmo sekarang berubah. Menjadi jarang bergaul dengan tetangga. Kalaupun bergaul, tak lagi senang bercanda, apalagi sampai tertawa lepas seperti dulu. Namun Tarmo tak peduli. Baginya, omongan orang-orang itu tak perlu di dengarkan. Biarkan saja mereka mau ngomong apa.

Usaha mebelnya menunjukkan kemajuan. Banyak menerima pesanan dari berbagai daerah. Karyawannya, kini mencapai puluhan. Semua jeri payah itu, dia lakukan demi mendapatkan hati Sonya.

Dengan uang jutaan rupiah, Tarmo mendatangi orang tua Sonya. Berniat untuk melamar anak gadisnya. Padahal, tinggal beberapa bulan lagi, pesta pernikahan Sonya dengan pemuda tampan dari kampung sebelah, akan segera dilangsungkan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline