Kabar duka kembali menyelimuti persepakbolaan Tanah Air dengan meninggalnya Krisna Yusuf Syaputra, Senin (19/03). Gaung kabarnya memang tak begitu terdengar. Sebab Krisna "hanyalah" pemain level SSB, tepatnya SSB Arema Domhils, Malang.
Dilansir dari Malang Post, Krisna terjatuh di lapangan saat memperkuat timnya uji coba melawan tim dari Gresik di Bangil, Kabupaten Pasuruan, Minggu (18/03). Awalnya ia dibawa ke salah satu rumah sakit di Bangil, tapi kemudian dirujuk ke Rumah Sakit Saiful Anwar Malang. Dalam perjalanan, Krisna menghembuskan nafas terakhirnya.
Menurut salah satu sumber yang didapat Malang Post, pemain berusia 13 tahun itu diduga kelelahan karena bermain dua pertandingan dalam dua hari berturut-turut. Sayangnya sejauh ini penulis belum mendapat kutipan pernyataan dari pihak SSB Arema Domhils atas kejadian tersebut.
Krisna sendiri disebut sebagai pemain muda berbakat dan berprestasi. Masih dari Malang Post, Rifai sebagai salah seorang tetangganya melihat bakat Krisna sejak kecil. Kemampuannya dalam mengolah kulit bundar diimbangi dengan kemampuan bersosialnya. Tak heran Krisna kerap diganjar pemain terbaik.
Kejadian ini tentu saja menjadi sebuah pukulan telak lagi bagi persepakbolaan di Indonesia. Apalagi jika kabar bahwa Krisna bermain dalam dua hari berturut-turut itu benar, jelas kesalahan fatal ini adalah tanggung jawab klub.
Klub (kadang) acuhkan ketahanan fisik pemain
Kejadian yang menimpa Krisna memang sulit diterima kalau memang ia kelelahan akibat dua kali bertanding dalam dua hari berturut-turut. Mungkin Krisna sendiri mau-mau saja, karena di usianya yang masih muda, bermain sepak bola adalah kegiatan yang menyenangkan selelah apapun. Namun klub atau SSB seharusnya paham mengenai ketahanan fisik dalam aktivitas olahraga.
Dalam dunia olahraga semua sebaiknya paham tentang pentingnya tidur berkualitas, apalagi sebelum dan setelah menjalani pertandingan. Untuk menjadi seorang atlet, perhatian terhadap waktu istirahat adalah krusial. Istirahat bukan sekadar lepas dari aktivitas olahraga, tapi benar-benar menghabiskan waktu memulihkan kondisi tubuh, contohnya tidur yang baik.
Panditfootball dalam sebuah tulisannya memaparkan penelitian Stanford University tentang tidur bagi pemain college football. Penelitian tersebut menunjukkan pemain yang tidur teratur 10 jam per hari dalam tujuh hingga delapan pekan mengalami peningkatan stamina dan sprint. Saat tidur itulah tubuh memperbaiki kerusakan otot sekaligus menguatkan memori pada otak.
Di sepak bola Indonesia, kita tahu semua tim profesional memiliki dokter tim. Namun apakah dokter tersebut memberi perhatian lebih terhadap kondisi fisik pemain, selain karena cedera? Kita belum tahu.
Dalam Forum Diskusi BOLA yang diselenggarakan di lantai 5 Gedung Kompas Gramedia, Selasa (20/03), salah satu bintang tamu, Ronald Fagundez mengeluhkan pembinaan klub terhadap pemain yang masih kurang. Pembinaan yang dimaksud Fagundez termasuk perhatian klub akan kebutuhan fisik dari pemain, meliputi istirahat dan asupan nutrisi yang baik.