Lihat ke Halaman Asli

Andi Sahadja

Penulis yang Jarang Menulis

"Hewan" yang Menjadi Tuhan: Resensi Buku Homo Sapiens Karya Yuval Noah Harari

Diperbarui: 16 Desember 2022   11:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok. pribadi

Buku Sapiens ini cukup populer beberapa tahun yang lalu, dimana banyak tokoh-tokoh besar seperti Bill Gates dan Mark Zuckerberg merekomendasikan buku ini sebagai buku wajib yang harus dibaca dan dimiliki oleh semua orang sebagai dasar untuk memahami manusia secara komprehensif. Selain itu, secara signifikan buku ini juga akan merubah dan mereset ulang cara pandang kita yang rigid menjadi lebih terbuka atau open minded terhadap segala hal. Tentunya, ini merupakan modal penting untuk kita agar tidak terjebak ke dalam lubang kejumudan dan kekakuan dalam menjalani kehidupan ini.

Pasalnya, di dalam buku ini, Om Yuval seolah ingin mendistorsi akumulasi keyakinan pembacanya tentang eksistensi tunggal manusia sebagai "mahluk paling mulia". Di awal bab secara tegas Om Yuval langsung "menembak mati" pembacanya dengan mengatakan bahwa Sapiens adalah "Hewan Tak Berarti" pada mulanya. Ia menjelaskan bahwa Homo Sapiens yang secara terminologi berarti "manusia bijaksana" lebih gemar memandang dirinya sebagai entitas yang berbeda dari hewan, yatim piatu tanpa sanak, tanpa kakak-adik atau saudara dan yang paling penting tanpa orang tua. Padahal, kenyataannya suka atau tidak, terima atau tidak, kita adalah anggota satu famili besar dan sangat berisik yang disebut kera besar dalam ilmu taksonomi biologi. Kerabat-kerabat terdekat kita yang masih hidup adalah simpanse, gorilla dan orang utan. Simpanse sendiri adalah kerabat paling dekat dengan kita. Sekitar enam juta tahun yang lalu, satu kera betina memiliki dua putri, yang satu menjadi nenek moyang semua simpanse dan satu lagi adalah nenek moyang kita.

Sedangkan saudara-saudara kita yang pernah hidup dalam genus homo adalah Homo Rudolfensis, Homo Erectus, Homo Floresiensis, Homo Wajakensis dan Homo Neandertal yang hidup di dataran bumi eropa. Bahkan secara sarkas, Om Yuval Noah Harari mengatakan bahwa makna kata "manusia" yang sebenarnya adalah "hewan yang merupakan anggota dari genus homo", termasuk Sapiens. Hal ini serupa dengan Singa yang disebut Panthera Leo, yaitu spesies leo dalam genus Panthera. Dan akhirnya spesies kita sendiri yang dengan congkak menamai dirinya sebagai Homo Sapiens atau "Manusia Bijaksana".

Buku ini didasarkan dari pertanyaan besar: Mengapa Homo Sapiens yang pada akhirnya berkuasa hingga hari ini? Bahkan secara ajaib kita mampu mengendalikan seluruh elemen kehidupan seperti air, api, udara dan tanah selayaknya tokoh kartun Avatar the Legend of Aang. Bahkan hingga mampu menciptakan pesawat terbang dan pergi ke bulan. Memanipulasi alam demi kepentingan dirinya semata dengan penggunaan teknologi. Padahal, Homo Sapiens sekitar 70 ribu tahun yang lalu hanyalah hewan yang hidup selayaknya hewan lain yang tidak memiliki pengaruh terhadap dunia. Mereka hanya beranak pinak, bermain ke sana kemari, mencari makan dan tidur bersama saudara-saudaranya yang lain.

Om Yuval menguraikan tiga peristiwa penting yang terjadi dalam perkembangan dan peradaban Sapiens, yaitu Revolusi Kognitif, Revolusi Agrikultur dan Revolusi Saintifik. Pada Revolusi Kognitif inilah bermula Sapiens menjadi hewan yang "berbeda" dari hewan lain. Yaitu memiliki kemampuan untuk membuat abstraksi di luar realitas objektif. Jika ada seekor rusa yang berkeliaran di tengah hutan dan melihat singa yang ingin memangsanya dari kejauhan, maka rusa yang melihat singa tersebut hanya akan memberitahu kepada sekawanan lainnya tentang informasi "Hey di sana ada singa, ayo kita kabur". Tetapi berbeda kasusnya jika Sapiens yang meilhat singa tadi, ia akan memberitahu kepada sapiens lain dengan memberikan informasi yang lebih detail seperti " Hey, di sana ada singa, ayo kita berkumpul dan musyawarah untuk membunuh singa itu, siapa yang akan menjadi pemimpin dan berbagi tugas".

Konsep "Musyawarah", "Pemimpin" dan "Tugas" inilah yang dimaksud sebagai abstraksi di luar realitas objektif, bahwa rusa hanya menyampaikan informasi mengenai apa yang dilihat dan dirasakan oleh panca inderanya secara material, sedangkan Sapiens mampu membuat konsepsi dan abstraksi di luar hal tersebut. Dan pada akhirnya hal inilah yang menjadi perbedaan spesifik dari Sapiens dengan hewan atau bahkan saudaranya yang lain. Bahkan, secara ekstrem Sapiens juga mampu menyampaikan informasi yang sama sekali tidak ada, seperti "Singa itu merupakan arwah dari nenek moyang kita" atau tentang dewa-dewa dan mitos yang lainnya. Om Yuval, menyederhanakan kemampuan ini sebagai gosip atau kemampuan berbahasa yang sangat luwes.

Kedua, Revolusi Agrikultur. Sekitar 9000 tahun yang lalu, setelah Sapiens menjadi Ras juru masak yang handal dalam proses perjalanan penjinakan api dan domestikasi tumbuhan, kemudian Sapiens yang mulanya hidup nomaden dan berburu beralih menjadi hidup bermukim di satu tempat dengan menjadi petani gandum, kentang, padi dll. Revolusi Agrikultur  ini juga mengawali bagaimana sebuah tatanan masyarakat terbentuk, sistem dan nilai-nilai moral diciptakan dan akhirnya seiring populasi Sapiens yang terus tumbuh, menyebabkan imperium-imperium juga tercipta sebagai alat untuk mengatur kehidupan sapiens.

Dan Revolusi Sains yang baru dimulai sekitar 500 tahun lalu memberi dampak signifikan terhadap jarak antara Sapiens dan hewan lainnya. Penciptaan mesin-mesin, berkembangnya ilmu pengetahuan dan lahirnya revolusi industri menjadi pukulan telak bagi hewan lain bahwa hanya Sapiens yang mampu berkuasa. Selain pengaruh dari tiga revolusi di atas, hal paling istimewa yang dimiliki oleh Sapiens adalah kemampuan untuk melakukan kerja sama dengan Sapiens lainnya bahkan dengan orang yang tidak pernah dikenalinya sekalipun. Om Yuval dalam buku ini juga menguraikan tiga fiksi sebagai pemersatu umat manusia atau sapiens, yaitu Uang, Imperium/Korporasi, dan Agama. Ketiganya merupakan hasil dari imanjinasi kolektif yang disepakati bersama selama ribuan tahun dan menjadi penggerak atas kerja sama akbar dalam kehidupan Sapiens di dunia hingga hari ini.

Di bab terakhir, Om Yuval juga agak skeptis terhadap seluruh kemajuan yang telah diciptakan oleh manusia (sapiens) dengan melemparkan pertanyaan "Apakah dengan semua perubahan ini, manusia sejatinya sudah bahagia?".  Menurutnya, yang paling bahagia di dunia ini adalah manusia yang mempunyai tujuan hidup. Karena by nature, kita dilahirkan tanpa tujuan hidup. Maka kita sendirilah yang harus mencari tujuan tersebut. Dan terakhir sekali, Om Yuval menutup bukunya dengan kalimat "Hewan yang Menjadi Tuhan". Dengan menjelaskan bahwa 70 ribu tahun lalu Sapiens hanyalah hewan tidak penting Yyang hidup di Sudut Afrika, namun kini ia telah menjelma menjadi penguasa sebuah planet dan ekosistem bernama bumi dan menciptakan kemustahilan-kemustahilan yang terwujud.

Setidaknya, buku Homo Sapiens ini memberikan kita alternatif pengetahuan baru tentang "Siapa Kita Sebenarnya?". Tentunya, terdapat banyak hal yang bertentangan dengan sesuatu yang dianggap oleh kita merupakan sebuah keyakinan valid, namun justru  malah dibantah habis-habisan dalam buku ini. Tetapi hal itu justru bisa menjadi tantangan atau seacam "latihan spiritual" untuk mempertahankan iman di zaman yang penuh kegilaan hari ini. Dalam buku yang ditulis oleh Om Yuval ini juga menurut saya banyak sekali opini yang dimasukan ke dalam tulisannya sebagai bumbu penyedap agar pembaca lebih memahami maksud yang dijelaskannya. Oleh karena itu, saat membaca buku Sapiens, perlu kiranya mengkosongkan terlebih dahulu isi kepala masing-masing dari semua jenis pengetahuan dan keyakinan yang selama ini kita yakini. Karena akan lebih sulit memahami maksud buku ini jika kita masih meninggalkan sesuatu di kepala kita. Terlepas dari semua itu, buku ini menjadi sangat penting untuk kita bisa memahami esensi manusia secara lebih mendalam, detail dan spesifik dibandingkan hanya tahu bahwa kita diciptakan dari tanah saja tanpa mengetahui sejarah panjang yang telah melewatinya. Panjang umur hal-hal baik, rahayu!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline