Lihat ke Halaman Asli

Agus Salim Fajri

Belajar Setiap Saat

Pilkades Lebih Menyeramkan dari Pilpres

Diperbarui: 27 Februari 2021   06:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemilihan Kepala Desa tahun 2021 menguras pikiran sebagian masyarakat yang menjadi pendukung fanatik. (kurio.id)

Tahun 2021 ini di beberapa desa akan mengadakan pesta demokrasi pemilihan kepala desa. Tidak seperti pemilihan legeslatif maupun pemilihan presiden, kali ini nampaknya lebih ramai menjadi perbincangan. Bagaimana tidak, calon-calon kepala desa tentu berasal dari lingkungan yang sama dengan masyarakat. Mereka terjalin hubungan secara langsung dengan masyarakat. Keseharian, tingkah laku, dan kebiasaan-kebiasaan para calon dilihat langsung oleh para pemilih.

Mengerikan jika kita lihat yang terjadi saat ini. Keakraban masyarakat sedikit demi sedikit mulai memudar karena berbeda calon yang di dukung. Ada yang sangat fanatik terhadap salah satu calon, namun ada juga pendukung yang hanya sekedarnya saja. Terjadi pengkotak-kotakkan kelompok masyarakat, mau tidak mau semua proses ini harus dilalui.

Malam hari tak seperti malam-malam sebelum masa pemilihan. Yang biasanya sepi, kini menjadi ramai. Banyak kelompok-kelompok yang duduk-duduk sambil ngobrol di pos-pos ronda atau di depan rumah-rumah. Mereka saling mengawasi satu sama lain. Mencegah para rekrutan pendukung dikunjungi rumahnya oleh tim dari calon lain.

Para calon kepala desa merupakan penduduk setempat yang kesehariannya dapat disaksikan secara langsung oleh masyarakat. Jiwa sosial, sopan santun, kepedulian, bahkan keagamaannya dapat menjadi gambaran bagi masyarakat untuk menentukan pilihan. Namun para calon tidak serta merta hanya mengandalkan kesehariannya sebagai bekal maju dalam pilkades. Para calon juga membentuk tim yang bertugas mencari masa pendukung, tak ubahnya seperti pemilihan legeslatif maupun presiden. Seolah-olah ada partai-partai yang terbentuk di dalam desa.

Menarik memang ketika menyaksikan fenomena yang sedang berlangsung ini. Di masa-masa pilkades seperti ini, kekompakan masyarakat memang sedang terbagi. Sentimen-sentimen kecil antar pendukung mulai bermunculan yang berpotensi bisa menjadi besar apabila selalu terjadi gesekan.

Sebagian besar pikiran masyarakat terkuras ke dalam pilkades, setiap hari pembicaraan tidak luput dari tema pilkades. Ada yang menceritakan kebaikan-kebaikan calon yang didukungnya, ada pula yang menceritakan keburukan-keburukan calon lain. Entah dilebih-lebihkan atau dikurang-kurangi.

Fenomena lain adalah pendukung yang sebelumya mendukung salah satu calon, kini berpindah dukungan kepada calon yang lain. Pada pemilihan periode sebelumnya menjadi pendukung fanatik, sekarang menjadi lawan. Ini sebenarnya merupakan pelajaran untuk kita bahwa tidak selamanya pendirian seseorang abadi. Ada saatnya yang semula kawan menjadi lawan begitupun sebaliknya, yang semula lawan kini menjadi kawan.

Dengan memahami pola kehidupan yang seperti ini, mudah-mudahan kita mengerti. Suka atau tidak kita kepada seseorang cukup sekedarnya saja, jangan terlalu berlebihan. Karena setelah selesai pemilihan kepala desa, siapapun yang terpilih itulah kepala desa kita. Kehidupan bertetangga kembali seperti semula, jangan sampai menumbuhkan benih-benih permusuhan.

Kantan Muara, 27 Februari 2021




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline