Lihat ke Halaman Asli

Kang Jenggot

Karyawan swasta

Jokowi Vs Prabowo, Ini Analisa dari Profesor Politik LIPI

Diperbarui: 11 April 2019   22:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok pribadi

Pemungutan suara tinggal menghitung hari menuju ke tanggal 17 April 2019. Pemilu 2019, menarik dicermati. Karena menjadi pertarungan kedua antara dua tokoh yakni Jokowi dan Prabowo. Jokowi, kini berstatus petahana. Sementara Prabowo, kembali jadi penantang Jokowi kedua kalinya. Keduanya dengan pasangannya masing-masing  memiliki kekuatan dan kelemahan.

"Kita lihat sejak awal petahana ini luar biasa. Masih memiliki otoritas, fasilitias dan networking luar biasa. Dengan kondisi seperti itu. Dan sudah satu periode menjalankan tugasnya, tentu tidak ada kesulitan sedikitpun untuk sosialisaikan apapun tentang Pak Jokowi," kata Profesor Riset Ilmu Politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro, saat jadi pembicara di acara diskusi Topic of The Week  yang bertajuk "Kampanye 02 Sering Diganggu: Tegakkan Fair Play!" di Kantor Seknas Prabowo-Sandi, Jakarta, Rabu (10/4).

Sementara lawan tandingnya, kata Siti Zuhro, Prabowo Subianto harus berjibaku luar biasa menandingi visi misi program petahana dan meyakinkan masyarkaat.  Tentu itu tidak mudah, karena Prabowo bukan petahana. Tetapi akan menjadi mudah ketika petahana tingkat kepuasan publik terhadap kinerjanya  tidak berdampak pada elektabilitas. Siti pun lantas menyoroti soal kebangkitan aspirasi umat yang menurutnya luar biasa. Ia menilai, itu kekuatan bagi Prabowo.

"Dia tidak punya yang lainnya. Bagaimana berjibakunya Prabowo dan Sandiaga. Berapa ribu titik sudah di datangi Sandiaga. Ketika turun tidak elitis. Menunjukkan kedekatannya dengan masyarakat," kata dia.

Di mata Siti Zuhro, saat ini Jokowi bisa dikatakan sedang menghadapi lawan tanding yang tidak main-main. Meski akhirnya masyarakat yang akan memilih dan menentukan. Walau Jokowi sebagai petahana punya otoritas fasilitas dan networking, tapi kalau masyarakat melalui pemilih menginginkan adanya pemerintahan baru, ini tidak bisa dibendung.

"Ya ini resiko dari demokrasi parsipatoris. Kecuali yang memilih MPR. Pemilu 2019 ini memberikan nuansa-nuansa kebaruan yang luar biasa konteksnya. Politik itu momen. Setiap era ada pemimpinnya, setiap pemimpin ada eranya," katanya.

Yang pasti kata Siti, Indonesia butuh seorang pemimpin kuat dan kepempinan yang kuat. Karena dia akan menjaga daerah dari Sabang sampai Merauke. Ia melihat animo masyarakat tetap tinggi kepada Prabowo." Slow but sure animo itu meluas. Ini yang tidak terjadi pada pak Prabowo di 2014. Mau ada apa pun terhadap Prabowo-Sandi, sulit untuk mengalihkan perhatian itu. Karena apa? Karena menjadi petahana bukan seluruhnya mudah. Bukan seluruhnya menjadi menjamin bahwa masyarakat tetap oke terhadap dirinya," ujarnya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline