Kamis, 27 Desember 2018, Seknas Prabowo Subianto-Sandiaga Uno kembali menggelar diskusi rutin bertajuk, " Topic of The Week." Kali ini tema yang diangkat dalam diskusi adalah," Infrastruktur Era Jokowi: Efektif, Salah Sasaran atau Koruptif?" Diskusi tersebut menghadirkan sederet narasumber yakni Kardaya Warnika, Anggota DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Uchok Sky Khadafi, Direktur Eksekutif Center for Budget Analysis (CBA), Dewi Kartika, aktivis Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), dan Marwan Batubara, Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS).
Sebagai pembuka diskusi, Ketua Seknas, M Taufik seperti biasa memberi sepatah dua kata sebagai sambutan. Kata Taufik, selama ini pembangunan infrastruktur adalah yang selalu dibanggakan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Tapi Taufik mengkritik, setiap ia menyaksikan peresmian sebuah pembangunan infrastruktur, ternyata proyek itu belum selesai. Misalnya, proyek jalan.
" Mungkin setiap 2 kilometer diresmikan," sindir Taufik.
Menurut Taufik, sekarang pertanyaannya pembangunan infrastruktur yang dilakukan jor joran itu apakah tepat atau tidak? Pertanyaan berikutnya, apakah uang negara yang difokuskan untuk menggenjot pembangunan infrastruktur sudah tepat. Taufik juga mengkritik kebijakan Jokowi yang menggratiskan tol Suramadu.
" Yang saya khawatir bahwa Jagorawi digratiskan itu, kenapa mesti Suramadu. Saya kira perlu kajian apakah memang pembangunan infrastruktur itu sesuai dengan kebutuhan hari ini," katanya.
Setelah itu baru para narasumber yang membeberkan pandangannya tentang tema yang diangkat dalam diskusi. Kardaya Warnika, narasumber yang pertama bicara. Menurut Kardaya, infrastruktur memang penting karena itu menyangkut kebutuhan masyarakat. Tapi meski begitu, ia berpendapat dalam membangun infrastruktur harus dilihat prioritasnya. Misal waktunya kapan. Lalu, jangkauan infrastruktur yang harus jangka panjang. Dan, memang harus seimbang, kegunaan jangka pendek dan kemanfaatan jangka panjang.
" Jadi harus seimbang jangka panjang dan pendek," katanya.
Misalnya, kata dia, jika perekonomian lagi jeblok, jangan terlalu memaksakan menggenjot infrastruktur. Ia contohkan Malaysia, negeri jiran itu menggenjot pembangunan infrastruktur saat pertumbuhan ekonominya ada di kisaran 8-10 persen. Sementara saat ini, perekonomian Indonesia di bawah rata-rata Negara Asia.
" Di situ ada Myanmar, Nepal, Bhutan. Jadi jangan lagi ada yang mengatakan perekonomian kita bagus. Di Asean kita itu nomor dua dari yang terendah," katanya.
Kardaya juga menilai, pembangunan infrastruktur yang digenjot habis-habisan oleh pemerintahan Jokowi, kelihatannya agak ugal-ugalan. Bahkan pembangunan infrastruktur seolah-olah hanya proyek jalan saja. Kata Kardaya, ia pernah berdiskusi tentang pembangunan infrastruktur dengan Sarana Multi Infrastruktur (SMI). Ketika itu ia masih di Komisi XI DPR dan sedang lakukan kunjungan ke Sumsel.
" Ada proyek. Di situ ada ketentuan peraturan menteri bahwa proyek infrastruktur itu harus syaratnya return-nya di atas 10% baru bisa dibiayai SMI. Saya tanya yang itu 2%, 3%, jawabnya 'ini penugasan'. Saya katakan kalau dengan penugasan, tak usah ada peraturan. Jalan tol juga, begitu dibangun ditentukan berapa lama investasinya lalu berapa tahun mau ditarik biayanya. Setelah beberapa tahun, itu harus digratiskan. Di Amerika kan begitu," urainya.