Lihat ke Halaman Asli

Kang Jenggot

Karyawan swasta

Ketika Eks Pelaku Bom Bali Menyesal, Lalu Minta Maaf

Diperbarui: 6 Juli 2017   02:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber foto: Kapanlagi.com

Aksi terorisme tak juga kunjung reda. Bahkan ancamannya kian nyata, merangsek ke kawasan Asia Tenggara. Teror di kota Marawi, Filipina Selatan, jadi bukti bahwa kelompok teror yang berbaiat ke ISIS masih eksis.

Di Indonesia, teror juga tak kunjung redup. Dari peristiwa bom Bali, sampai yang terakhir bom di Kampung Melayu, membuktikan bahwa terorisme jadi ancaman laten bagi Indonesia. Bom di Kampung Melayu sendiri merupakan aksi bom bunuh diri. Dua terduga pelakunya ikut tewas bersama ledakan bom.

Mereka yang melakukan aksi bom bunuh diri, berangkat dari sebuah keyakinan yang dianggapnya benar. Aksi konyol itu dianggap pelaku sebagai aksi jihad membela agama.  Karenanya mereka tidak ragu melakukan itu. Tentu, proses menuju keyakinan itu, hasil dari sebuah doktrinasi yang ditanamkan si pencuci otak kepada pelaku bom bunuh diri. Doktrinasi yang dilakukan terus menerus bahwa aksi teror adalah jalan jihad. Yang melakukannya mati syahid. Ganjarannya surga dan para bidadari.

Tentang bom bunuh diri, ada sebuah kisah menarik yang dituturkan mantan pelaku teror bom, Ali Imron. Ia salah satu pelaku dari aksi teror bom yang pernah mengguncang Pulau Dewata  tahun  2002.

Bersama dengan Imam Samudra, Mukhlas, dan Amrozi dan beberapa pelaku lainnya, Ali Imron merancang aksi keji itu hingga kemudian meledakan bom di tiga tempat. Tiga tempat yang disasar adalah Sari Club, Paddy's Pub dan Konsulat Amerika Serikat di Denpasar, Bali.

Bom meledak dahsyat di Sari Club dan Paddy's Pub. Sementara bom yang menyasar gedung konsulat Amerika, gagal total karena ketatnya penjagaan. Hanya ledakan kecil saja yang tak menimbulkan korban.

Sementara di Sari Club dan Paddy's Pub, ratusan orang jadi korban, meregang nyawa, akibat bom bunuh diri.  Dua aksi teror ini, tercatat sebagai aksi bom paling besar sepanjang sejarah terorisme di Indonesia.

Polisi akhirnya bisa meringkus para pelakunya. Imam Samudra ditangkap di Pelabuhan Merak, Banten saat hendak melarikan diri. Sementara Amrozi dicokok polisi di rumahnya, di Tenggulun, Lamongan, Jawa Timur. Sedangkan Ali Imron, di tangkap di sebuah tempat terpencil di Kalimantan, tempatnya bersembunyi selama menghindari kejaran aparat.

Amrozi, Mukhlas dan Imam Samudra akhirnya dijatuhi hukuman mati. Ketiga tak pernah merasa menyesal. Ketiganya pun akhirnya dieksekusi regu tembak. Sementara Ali Imron, divonis hukuman penjara seumur hidup karena dianggap kooperatif.

Ada kisah menarik dibalik hukuman seumur hidup yang diberikan kepada Ali Imron. Ali sendiri tak lain adalah saudara kandung Mukhlas dan Amrozi, dua tokoh penting dibalik teror bom Bali. Tapi, Ali kemudian merasa menyesal telah melakukan aksi keji itu. Tak hanya menyesal,  Ali juga  mengaku bersalah. Bahkan ia sempat meminta maaf kepada para korban bom Bali. 

Kisah menyesalnya pelaku teror  bom Bali ini, direkam dalam buku, Ketika Nurani Bicara, terbitan Lazuardi Biru. Di buku itu  dikisahkan kronologis dari peristiwa keji bom Bali, sampai tertangkapnya para pelaku oleh aparat. Di buku itu pula, dikisahkan saat Ali Imron, mulai merenung dalam penjara, hingga ia kemudian merasa menyesal.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline